Wednesday, February 14, 2007

Kujang Dzulfiqar



Kujang adalah senjata khas masyarakat Sunda. Orang Sunda sering menyebut senjata khas ini dengan frase "kujang dua pangadekna" yang artinya kujang dengan dua bagian tajam, yaitu pada mata kujang ini dibagian ujung bercabang dua yang dapat digunakan untuk menjepit senjata lawan. Sekilas senjata ini mirip pedang Dzulfiqar milik Kangjeng Nabi (SAW) yang diwariskan pada penerusnya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib (as).

Zaenal A. Muslim

Tuesday, February 13, 2007

Umat Tersesatkah Kita ?

Bukhari dalam Sahihnya meriwayatkan dengan sanad sampai kepada Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud dari Ibnu Abbas, katanya: “Ketika ajal Rasulullah (S) telah hampir tiba, di rumah beliau ada beberapa orang diantaranya Umar bin Khattab. Beliau (S) berkata: ‘Mari aku tuliskan suatu surat (sebagai pegangan) supaya kamu sesuadah ini tidak akan pernah tersesat’. Tetapi Umar berkata: ‘Nabi telah semakin gawat sakitnya, sedangkan al-Qur’an ada pada kalian. Cukuplah ia (al-Qur’an) bagi kita…”. Maka terjadilah perselisihan di antara yang hadir. Sebagian berkata: ‘Sediakanlah apa yang diminta Nabi agar beliau menuliskan apa yang menghindarkan kamu dari kesesatan.’ Tapi sebagian lain menguatkan apa yang dikatakan Umar sehingga terjadilah pertengkaran di hadapan Nabi (S) danbeliaupun bersabda: ‘Keluarlah kalian semua dari tempat ini !’ (Sahih Bukhari IV/5, Bab Ucapan Orang yang Sedang Sakit).

Bukhari meriwayatkan hadis ini di beberapa tempat, di antaranya pada Bab Ilmu (Sahih Bukhari I/22) dan pada Bab Hadiah bagi Para Utusan (Sahih II/118). Muslim meriwayatkan peristiwa ini pada Bab Wasiat (Sahih Muslim II/14). Imam Ahmad dalam Musnad I/325. Ahmad bin Abdul Aziz al-jauhari juga meriwayatkan dalam Syarah Nahjul Balaghah bab Assahifah. Juga Imam Thabrani dalam Kitab al-Ausath.

Hadis ini menyisakan banyak hal yang patut kita renungi.

Pertama, bukankah Nabi pernah melarang para sahabatnya untuk menuliskan hadis. Andaikan pelarangan menulis hadis ini benar keluar dari mulut Nabi (S), maka menjelang ajalnya beliau membuat kekecualian. Artinya wasiat yang ingin disampaikan Nabi benar-benar sebuah wasiat yang amat sangat penting bagi masa depan umat. Nabi (konon) melarang sahabat untuk menulis hadis-hadis yang berisi tata cara shalat dan ibadah yang lain yang dari pelarangannya itu Nabi menyadari bahwa umat Islam sepeninggalnya dapat berselisih tentang itu semua (karena tidak ada bukti otentik berupa hadis tertulis). Tetapi tidak untuk wasiat yang satu ini. Nabi ingin agar sahabat mencatat wasiatnya yang terakhir sehingga dengan wasiat tertulis ini umat tidak lagi berselisih dan bertengkar. Gerangan wasiat apa yang ingin disampaikan Nabi itu ?

Kedua, peristiwa ini terjadi menjelang Nabi wafat. Artinya, ketika peristiwa ini terjadi, Nabi sudah sempurna menyelesaikan risalah kenabiannya dan mengajarkan seluruhnya kepada umatnya baik yang berkenaan dengan tauhid, ibadah, muamalah, hukum, maupun akhlak. Jadi wasiat apa lagi yang ingin disampaikan Nabi pada peristiwa itu ?

Tidakkah kita semua ingin mengetahui wasiat Nabi yang terakhir itu ? Adakah madzhab dalam Islam yang meriwayatkan kepada kita pesan Nabi yang teramat penting itu yang bila pada waktu itu jadi dituliskan niscaya kita tidak akan tersesat selama-lamanya ?
Bila tidak, maka kita semua adalah umat yang tersesat !!!

Mari kita semua mengikhlaskan diri kita untuk mengkaji agama ini. Insya Allah kita akan diberi petunjuk kepada ajaran Islam yang benar.

(Zaenal A. Muslim)

Mengkritisi Isu Konflik Sektarian dan Sect-Cleansing di Irak

Situs Eramuslim pada tanggal 10 Januari 2007 mengutip pernyataan Syaikh Yusuf Qardhawi: “Apa yang kalian ketahui tentang peristiwa yang menimpa saudara-saudara Muslim kita di Irak? Di sana ratusan ribu kaum Muslim Sunni dibunuh, sebagaimana saya mendengarkan langsung dari utusan Irak yang bertemu saya beberapa waktu lalu. Semua saluran kita untuk membantu kaum Muslim Sunni di Irak diputus sehingga kita tidak bisa membantu menolong mereka dari ancaman kematian.” Menurut Qaradhawi, “andai saja pemimpin Syiah Ali Khamenei mau mengatakan kepada para pengikutnya, “Hentikan pembunuhan atas Muslim Sunni…” niscaya pembunuhan itu akan selesai.” Pernyataan tersebut diungkapkan Syaikh Qardhawi dalam pertemuannya dengan berbagai tokoh Islam di rumah dinas Metua MPR Dr. Hidayat Nurwahid pada 9 Januari 2007.

Menurut catatan Ahmad D. Bashori dalam artikelnya yang dimuat Republika (17 Januari 2007), pernyataan Syaikh Qardhawi tersebut bukan yang pertama kalinya. Dalam berbagai kesempatan Ulama Qatar tersebut juga pernah menyampaikan hal yang sama saat mengisi program rutin Aljazirah pada acara 'Syariah dan Kehidupan' Ahad, 7 Januari 2007 lalu dan saat khutbah Jum'at (5 Januari 2007) di Masjid Umar bin Khattab, Doha. Apa yang dikemukakan Syaikh Qardhawi berangkat dari adanya fakta (atau berita) yang sampai kepada beliau bahwa di Irak telah terjadi sect-cleansing atau pemusnahan (pengikut) madzhab yaitu pembunuhan besar-besaran atas kaum Sunni Irak yang dilakukan oleh kaum Syi’ah.

Kritik atas “fakta” sect-cleansing

Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari pernyataan Syaikh Qardhawi. Pertama, pernyataannya mengesankan bahwa kaum Muslim Sunni adalah satu-satunya korban kekerasan yang terjadi di Irak. Padahal faktanya korban kekerasan di Irak yang menurut laporan resmi Pemerintah Irak -sebagaimana dilaporkan BBC Indonesia- jumlahnya mencapai lebih dari 12 ribu orang itu tidak hanya terdiri dari kaum Sunni tetapi juga kaum Syi’ah. Kementerian Kesehatan Irak memperkirakan jumlah korban sipil yang tewas hingga November 2006 lebih dari 100.000 orang. Sementara jurnal medis The Lancet pada 11 Oktober 2006 membuat laporan yang menyebutkan jumlah kematian penduduk sipil Irak pascainvasi AS tahun 2003 mencapai lebih dari 650.000 orang. Meski tidak ada kesepakatan jumlah korban sipil yang tewas di Irak, tetapi semua pihak sepakat bahwa para korban itu adalah rakyat Irak yang terdiri dari Syi’ah dan Sunni, Arab dan Kurdi.

Masih segar dalam ingatan kita –sekedar untuk menyebut beberapa contoh- bagaimana ratusan nyawa kaum Syi’ah melayang pada hari peringatan Asyura di Karbala dan Baghdad pada bulan Maret 2004. Teror yang sama juga terjadi pada Januari 2006 yang menelan korban tidak kurang dari 350 orang kaum Syi’ah. Juga teror yang merenggut hampir 1000 peziarah Syi’ah di Kazhimain. Belum lagi peristiwa pemboman yang meluluh-lantakkan masjid kubah emas tempat disemayamkannya dua dari duabelas imam suci kaum Syi’ah, dan peristiwa-peristiwa pembunuhan yang hampir setiap hari terjadi semakin memperpanjang deretan kekerasan dan pembunuhan yang menimpa kaum Syi’ah Irak. Bahkan Jalal Talabani, presiden Irak yang juga seorang Sunni, dalam wawancaranya dengan koran Al-Hayat terbitan London mengemukakan fakta bahwa dalam kurun waktu antara tanggal 1 Januari 2006 hingga 20 November 2006, jumlah warga Irak yang tewas dalam berbagai insiden mencapai 20.101 orang. Dan dari jumlah itu, sebanyak 15.522 orang atau 77 % adalah warga Syiah.

Kedua, secara tidak langsung Syaikh Qardhawi telah membenarkan tuduhan bahwa kaum Syi’ahlah yang membunuh saudaranya kaum Sunni. Hal ini dapat secara mudah terbaca dari kata-kata Beliau : “....andai saja pemimpin Syi’ah Ali Khamenei mau mengatakan kepada para pengikutnya, ‘Hentikan pembunuhan atas Muslim Sunni…’ niscaya pembunuhan itu akan selesai”. Atau seperti yang ditulis Ahmad D. Bashori: “...Bila tidak berbuat sesuatu terhadap apa yang terjadi para ayatullah dan pemimpin Iran secara umum berarti mengamini tuduhan banyak pihak selama ini bahwa mereka punya andil mendanai malapetaka kemanusiaan yang menimpa kaum Sunni Irak sekarang ini.” Sebenarnya sejak kerusuhan melanda Irak pasca invasi AS pada Maret 2003 hingga kini tidak jelas siapa sebenarnya pelaku pembunuhan dan teror di Irak. Adalah media massa Barat dan Arab yang kerap menuding milisi Syi’ah seperti Tentara Badar dan Tentara Al-Mahdi berada dibalik teror terhadap kaum Sunni. Sementara pemerintah Irak dan Iran menyebut kelompok ekstrim takfiri, loyalis Partai Baath, dan agen-agen Asing (baca: CIA dan Mossad) yang kesemuanya tidak terkait dengan satu madzhab apapun sebagai pelaku atau dalang teror terhadap warga Irak tersebut. (Sebagai catatan, jama’ah takfiri adalah jama’ah yang mudah mengkafirkan orang di luar jama’ahnya dan kelompok ini sama sekali tidak identik dengan Ahlussunnah atau Syi’ah). Jadi, apa yang disebut sebagai sect cleansing terhadap kaum Sunni di Irak yang dilakukan kaum Syi’ah sepenuhnya tidak faktual.

Sikap Pemimpin Syi’ah

Dari pernyataan Syaikh Yusuf Qardhawi terkesan bahwa pemimin Syi’ah Ayatullah Ali Khamene’i berdiam diri atas terjadinya berbagai pembunuhan terhadap kaum Sunni di Irak. Padahal dalam berbagai kesempatan pemimpin tertinggi Iran itu berulang kali mengutuk berbagai peristiwa teror yang menyengsarakan rakyat Irak dengan tanpa membeda-bedakan latar belakang madzhabnya. Harapan Syaikh Qardhawi agar Ayatullah Khamene’i meminta kaum Syi’ah untuk menghentikan pembunuhan terhadap kaum Sunni sangat tidak masuk akal, karena dalam pandangan Ali Khamene’i pelaku pembunuhan terhadap kaum Sunni bukanlah kaum Syi’ah seperti halnya pelaku pembunuhan terhadap kaum Syi’ah bukanlah kaum Sunni.

“Kaum agresor yang kejam dan bengis itu sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak menghargai nyawa dan kehormatan tempat suci. Mereka hanya mengandalkan taktik menebar kepanikan dan pembantaian.” Demikian pernyataan Ali Khamene’i dalam mengutuk peristiwa pemboman Masjid Syi’ah di Samarra pada 22 Februari 2006 yang lalu yang telah menewaskan lebih dari 50 orang serta melukai puluhan lainnya. Situs IRIB Melayu melaporkan bahwa Ali Khamene’i juga mengimbau warga Irak untuk meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap niat musuh untuk memecah barisan persatuan umat Islam. Selain itu, Rahbar juga mengeluarkan fatwa haram atas segala bentuk serangan terhadap masjid-masjid milik kaum Sunni menyusul serangan atas 168 mesjid Sunni yang oleh media barat disebut-sebut sebagai balas dendan kaum Syi’ah atas pemboman mesjid Kubah Emas.

Sebelumnya, dalam pernyataannya yang dirilis pada Kamis 18 November 2004 Wali faqih Iran ini mengutuk keras pembantaian kaum Sunni Fallujah oleh tentara agresor AS. Beliau mengatakan: “...tragedi yang menimpa Irak, termasuk dalam bentuk pembunuhan terhadap ribuan anak kecil, kaum perempuan, dan warga sipil lainnya, serta pengeksekusian terhadap para korban luka, pembumi-hangusan rumah-rumah, masjid, dan tempat-tempat peribadatan lainnya, dan penistaan terhadap kehormatan rumah tangga, sekarang ini telah sampai pada taraf yang sangat merisaukan setiap manusia Muslim dan orang yang memiliki rasa kemanusiaan.”

Di tengah-tengah isu sektarian Sunni-Syi’ah yang makin dihembuskan oleh pihak penjajah yang ingin memecah belah umat Islam, ada baiknya kita simak pesan haji Ayatullah Ali Kahemene’i berkenaan dengan persatuan umat seperti yang dimuat Situs Islam Alternatif:
“...Hari ini, semua tindakan yang dapat memicu perselisihan di dunia Islam adalah dosa yang akan abadi dalam sejarah. Mereka yang sengaja mengkafirkan saudara-saudara muslimnya dengan alasan sepele. Mereka yang dengan anggapan batilnya menghina kesucian madzhab-madzhab Islam. Mereka yang mengkhianati pengorbanan para pemuda Lebanon yang telah menghadiahkan kebanggaan bagi umat Islam.

Mereka yang mengklaim adanya bulan sabit Syiah hanya untuk menyenangkan hati AS dan kaum Zionis. Mereka yang berusaha menjatuhkan pemerintahan muslim di Irak yang dibentuk oleh rakyat dengan cara menebarkan ketidak-amanan dan pembunuhan sesama muslim. Mereka yang dari berbagai sisi menekan pemerintahan Hamas yang dicintai dan didukung oleh rakyat Palestina, sadar atau tidak, adalah para pendosa yang kejahatannya akan terus diingat oleh sejarah dan generasi-generasi mendatang. Mereka akan dikenal sebagai para pengkhianat dan antek-antek musuh...”

Konspirasi CIA

Setelah terbongkarnya kebohongan AS tentang adanya senjata pemusnah masal di Irak, diperlukan alasan lain bagi mempertahankan pendudukan AS atas Irak. Maka isu adanya konflik sektarian yang memuncak pada adanya sect cleansing menjadi amunisi baru bagi pemerintahan George W. Bush untuk tetap bercokol di Irak.

Sebuah tulisan yang beredar di internet akhir-akhir ini menyebutkan adanya sebuah buku yang berjudul A Plan to Divide and Destroy the Theology yang terbit di AS. Buku ini berisi wawancara Dr. Michael Brant, mantan anggota penting CIA yang membidangi masalah Syi’ah dan telah lama bertugas di bagian ini tetapi kemudian dipecat karena korupsi dan penyelewengan jabatan. Dr. Brant –tampaknya dalam rangka balas dendam atas pemecatan dirinya- telah mengungkapkan hal-hal yang sangat mengejutkan. Dia mengatakan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta US dolar untuk melancarkan berbagai aktifitas anti Syiah. Dari sekian banyak program CIA yang diungkapkannya, salah-satu diantaranya adalah membenturkan Syi’ah dengan Sunni sehingga terjadi permusuhan satu sama lain tidak hanya di kalangan awamnya tetapi juga di kalangan ulamanya.

Nampaknya apa yang terjadi di Irak saat ini adalah hasil dari sebuah konspirasi. Ketika tidak ada peluang untuk membenturkan kaum Sunni dan Syi’ah secara ideologis karena fakta historis bahwa mereka sudah hidup berdampingan dengan rukun selama ratusan tahun, maka dilakukanlah teror terhadap mereka dan dikesankan mereka saling membunuh satu sama lain.
Mengakhiri opini singkat ini penulis setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa isu adanya konflik sektarian dan sectcleansing di Irak sebenarnya sengaja dihembuskan oleh pihak penjajah yang dalam hal ini AS dengan sekutu baratnya dan kaum Zionis Israel yang berupaya melemahkan umat Islam dengan jalan mengadu domba satu dengan lainnya. Sayangnya ada sebagian umat Islam, bahkan termasuk kalangan ulamanya, yang termakan politik adu domba ini.

(Zaenal A. Muslim)

------ooo0ooo-----