Friday, September 14, 2007

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as) 2

Imam Keenam: Imam Ja’far ash-Shadiq a s

Ayah: Imam Muhammad al-Baqir a s.
Ibu: Fatimah—putri—al-Qasim bin Muhammad putra Abu Bakar.
Tempat dan tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sepuluh bulan Rabiulawal tahun 83 H.
Wafat: Di Madinah pada tanggal dua puluh lima bulan Syawal tahun 148 H dalam usia 65 tahun dan ada yang mengatakan dalam usia 68 tahun akibat diracun dan meninggalkan enam orang putra dan satu anak perempuan.
Beliau dikebumikan di pemakaman al-Baqi’.

Sekelumit Tentang Keutamaan Imam Ja’far ash-Shadiq a s

Ibnu Hajar berkata: "Dan manusia telah menukil dari beliau berbagai ilmu dan nama harum beliau tersebar di seantero negeri, para ulama besar seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan bin Uyainah, ats-Tsauri, Abu Hanifah, Syu'bah, dan as-Sakhtiyani meriwayatkan hadis dari beliau. 19

Abu Hanifah mengatakan kalau bukan karena dua tahun ia belajar dari Imam Ja`far niscaya ia binasa:

“Kalau bukan karena dua tahun pasti binasalah Nu'man (Abu Hanifah).”
Kesaksian Para Ulama
Selain apa yang disampaikan oleh Abu Hanifah dan Ibnu Hajar, kita akan menemukan banyak kesaksian para Ulama akan keagungan kepribadian dan keilmuan Imam Ja`far ash-Shadiq a s.
Khalifah al-Manshur berkata: “Sesungguhnya Ja’far adalah dari mereka yang dimaksud Allah dalam firman-Nya:
Kemudian Kami wariskan al-Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,..." (QS. Fathir: 32)
Ia termasuk dari mereka yang dipilih Allah dan orang-orang yang bercepat-cepat kepada kebaikan.20
Imam Malik bin Anas berkata: “Ja’far bin Muhammad, aku selalu mendatanginya dalam waktu yang sangat panjang, dan aku tidak menemuinya kecuali dalam salah satu dari tiga keadaan; menunaikan salat atau berpuasa atau membaca al-Qur’an.”21
Ia juga berkata: “Mata tiada akan pernah memandang, telinga tiada akan mendengar dan tiada akan pernah terlintas dalam pikiran manusia ada seseorang yang lebih mulia dari Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq dalam ilmu, ibadah, dan wara’ (kehati-hatian dalam beragama).”
Amr bin Migdam berkata: “Aku apabila memandang Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah dari keturunan para Nabi.”22
Asy-Syahrastani berkata: “Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, ia memiliki ilmu yang melimpah, aturan (hidup) yang sempurna dalam hikmah dan kezuhudan terhadap dunia dan wara’ yang sempurna dari syahwat, beliau tinggal dalam waktu yang lama dikota Madinah memberi pengajaran (pendidikan) kepada para pengikutnya dan menuangkan kepada para pendukung (kepemimpinannya) rahasia-rahasia ilmu-ilmu.”23
Al-Jahidh berkata: “Ja’far bin Muhammad, yang telah memenuhi dunia dengan pengetahuan dan fiqihnya, dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri termasuk murid beliau, dan itu sudah cukup sebagai bukti kebesarannya.”24

Ibnu Khallikan berkata tentang Imam Ja’far: “Beliau dari tokoh ahlulbait, digelari ash-Shadiq kareka kejujuran ucapannya, keagungannya lebih masyhur untuk disebut-sebut, beliau memiliki teori tentang kimia,... dan Abu Musa Jabir bin Hayyan ath-Thusi adalah murid beliau, ia menulis buku sebesar seribu halaman yang memuat risalah-risalah (karangan) Ja`far ash-Shadiq, ia adalah lima ratus risalah.”25

Kamaluddin Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'i berkata: “Ja’far bin Muhammad, beliau termasuk Ulama dan pembesar ahlulbait, memiliki ilmu yang banyak, ibadah yang berlimpah, wirid yang bersambung, kezuhudan yang nyata, bacaan (Al-Qur'an) yang banyak, beliau menelusuri makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan permata-permata dari lautannya dan menyimpulkan keajaiban-keajaibannya. Beliau membagi waktu-waktu beliau dengan berbagai ketaatan dan mengintrospeksi diri atasnya, memandang wajah beliau mengingatkan akan akhirat, mendengar ucapan beliau menjadikan zuhud kepada dunia, mengikuti petunjuk beliau menyebabkan masuk surga, cahaya wajah beliau saksi bahwa beliau dari keturunan kenabian, dan kesucian tindakan beliau bukti bahwa beliau dari keluarga kerasulan, para ulama seperti Yahya bin Sa`id al-Anshari....menukil hadis dan mengambil ilmu dari beliau dan mereka menganggapnya sebuah kemuliaan bagi mereka.26

Dalam Tadzkirah al-Huffadz27 disebutkan dari Salih bin Abil Aswad ia berkata: “Aku mendengar Ja’far bin Muhammad berkata: ‘Tanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku, karena tidak ada yang menyampaikan hadis sepeninggalku seperti hadisku.”
Syeikh al-Mufid berkata: “Dan para ahli hadis telah mendata nama-nama para perawi yang menukil dari beliau, dari berbagai golongan dan madzhab, maka jumlah mereka mencapai empat ribu murid.”28
Hasan bin Ali al-Wasysya’ berkata: “Saya menemui di masjid ini (kota Kufah) sembilan ratus syeikh semuanya berkata; ‘Ja’far bin Muhammad menyampaikan hadis kepadaku....’”29

Imam Ketujuh: Imam Musa al-Kadzim a s

Ayah: Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq as.
Ibu: Hamidah al-Mushaffah.
Tempat atau tanggal lahir: Abwaa' (sebuah desa antara kota Mekah dan Madinah) pada tanggal tujuh bulan Shafar tahun 128 H.
Wafat: Baghadad pada tanggal 25 bulan Rajab tahun 183 H. dalam usia lima puluh lima tahun dan meninggakan tiga puluh tujuh anak.
Beliau dikebumikan di kota al-Kadzimiyah sebelah barat kota Baghdad di pemakaman Quraisy.

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Musa al-Kadzim a s

Ibnu Hajar berkata: "Musa al-Kadzim beliau adalah pewaris ayahnya dalam ilmu, makrifat, kesempurnaan dan keagungan, beliau digelari al-Kadzim karena banyak memaafkan kesalahan orang dan sabar. Beliau dikenal di kalangan penduduk Irak sebagai pintu pemenuhan hajat di sisi Allah SWT. Beliau paling abid (tekun beribadah), paling alim (pandai) dan paling dermawan di antara ahli zamannya."

Adz-Dzahabiberkata: “(Beliau) Abu al-Hasan al-Alawiy adalah imam, teladan, Imam Ali bin Musa ar-Ridha, warga Madinah yang tinggal di kota Bahgdad." 30
Dalam Mizan al-I'tidaal, ia berkata: “Musa adalah paling bijaknya orang bijak (hukama') dan paling takwanya hamba Allah.”31

Al-Khathib al-Bahgdadi berkata: “Musa dijuluki hamba saleh dikarenakan kesungguhannya dalam beribadah.... Beliau sangat dermawan, pada suatu hari sampai kepada beliau dari seseorang bahwa ia menyakitinya, lalu beliau mengirimkan kepadanya satu kantong uang berisikan seribu dinar (uang emas)....”
Beliau menetap di kota Madinah lalu dipaksa pindah oleh al-Mandi (salah seorang Khalifah dinasti Abasiyah) ke kota Bahgdad, lalu ia (al-Mandi) bermimpi melihat Ali bin Abi Thalib r a sambil membaca ayat: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan berhuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muhammad: 22) maka ia membebaskan beliau.32 Kemudian beliau menetap di kota Madinah sampai zaman Harun ar-Rasyid, maka ketika Harun ar-Rasyid dalam perjalanan pulang dari umrah di bulan Ramadhan tahun 179 H, ia membawa Musa bersamanya ke Baghdad dan memenjarakannya hingga wafat di dalam penjara.33

Ibnu Hajar dalam Shawa'iq-nya menyebutkan sebab pemenjaraan tersebut, ia berkata: Dan ketika beliau bertemu dengan Harun arRasyid di hadapan kuburan Rasulullah Saww, Rasyid berkata: “Salam atasmu wahai anak paman”34 ucapan itu didengar oleh orang-orang di sekitarnya, maka al-Kadzim mengucapkan salam kepada Rasulullah saww dengan mengucapkan: “Salam atas Anda wahai ayah “ucapan itu tidak sanggup didengar oleh Rasyid, dan menjadikan sebab penangkapan beliau dan dibawa ke Bahgdad kemudian memenjarakannya, dan beliau. tidak keluar dari penjara kecuali dalam keadaan mayyit dan terikat, beliau dikebumikan di barat kota Baghdad. 35

Ibnu Shabbagh al-Maliki berkata: "sekelompok ulama berkata; ‘al-Kadzim adalah imam yang besar kedudukannya, tunggal (tiada tandingan) hujjah dan tokoh, yang menghidupkan malamnya dengan beribadah dan siangnya dengan berpuasa, beliau di juluki al-Kadzim karena sangat sabar dan pemaaf. Beliau dikenal di kalangan penduduk kota Baghdad dengan julukan pintu penyampaian hajat kepada Allah karena selalu menyelesaikan kebutuhan kaum Muslimin....’” Beliau, Musa al-Kadzim paling tekunnya ahli zamannya dalam ibadah, paling pandai, paling dermawan, dan paling mulia. 36

Imam Kedelapan: Imam All ar-Ridha a s

Ayah: Imam Musa al-Kadzim a s.
Ibu: Ummu al-Banin bernama Najmah dan ada yang mengatakan nama ibu beliau adalah Takattum.
Tempat atau tanggal. lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sebelas bulan Zulkaidah tahun 148 H.
Wafat: Kota Thuus, Khurasan, Iran (kota Masyhad sekarang) pada tanggal tujuh belas bulan Shafar tahun 203 H dalam usia 55 tahun dan meninggalkan lima putra dan satu putri.
Beliau dikebumi.kan di kota Thuus (Khurasan-Masyhad).

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Ali ar-Ridha a s

Ketika menyebut purta-putra Imam al-Kadzim a s lbnu Hajar berkata: “Di antara mereka adalah Ali ar-Ridha, beliau adalah paling tersohor beritanya dan paling agung kemuliaanya.”37
Dalam Tandzib at-Tandzib 38 disebutkan; ar- Ridha adalah salah seorang ahli ilmu dan pemilik keutamaan di samping keagungan nasab (keturunan).
Adz-Dzahabi berkata: "Al-Imam as-Sayyid Abu al-Hasan Ali arRidha....beliau adalah ahli ilmu, pemegang teguh agama dan pemilik keagungan dalam kepribadian yang luar biasa, beliau telah berfatwa dalam usia muda di masa hidup Imam Malik..”39
Dalam kesempatan lain ia mengatakan: “Ali ar-Ridha adalah sangat agung, layak sebagai Khalifah....”40
Ibrahim bin Abbas al-Adib berkata: “Aku tidak pernah menyaksikan ar-Ridha ditanya tentang sesuatu apapun kecuali beliau mengetahuinya. Aku tidak menyaksikan seseorang yang lebih pandai darinya tentang apa yang ada di masa lampau sampai zamannya, (Khalifah) al-Makmun mengujinya dengan pertanyaan maka beliau menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan. Beliau sedikit tidur banyak berpuasa....banyak kebaikannya dan bersedekah terutama dimalam-malam gelap gulita.”

Raja’ bin Abi adh-Dahhak—yang ditugasi oleh Makmun untuk mengawal Imam ar-Ridha a s dalam perjalanan dari Madinah hingga Khurasan, ibu kota pemerintahan Makmun—menceritakan keagungan Imam Ridha as: “Demi Allah, saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih takwa kepada Allah, lebih banyak berzikir dalam setiap waktunya dan lebih takut kepada Allah Azza wa Jalla darinya. Beliau tidak singgah di sebuah kota kecuali dituju oleh manusia menanyakan tentang ajaran agama mereka maka beliau menjawab pertanyaan mereka dan menyampaikan banyak hadis dari ayah-ayah beliau dari Ali dari Rasulullah saww. Dan ketika saya sampai dan menjumpai al-Makmun, beliau bertanya kepadaku tentang keadaannya (ar-Ridha), saya beritahukan kepadanya apa yang saya saksikan di malam dan siangnya.... Maka al-Makmun berkata: ‘Benar wahai Ibnu Abi adh-Dhahhak, ia adalah sebaik-baik penduduk bumi, paling pandai, dan paling tekun beribadah.’”41

Hadis Silsilah adz-Dzahab

Sejarah mencatat betapa dikenalnya Imam Ali ar-Ridha a s dan dielu-elukan oleh umat kakek beliau saww, hal itu terlihat dalam perjalanan beliau menuju kota Khurasan, ketika beliau melewati kota Naisyabur—kota ilmu dewasa itu. Di sebutkan dalam Tarikh Naisyabur, sebagaimana dikutip Ibnu Shabbagh al-Maliki dalam alFushul al-Muhimmah; Sesungguhnya Imam ketika memasuki kota Naisyabur dalam perjalan beliau ke Maru (Khurasan), beliau berada di sebuah qubah tertutup menunggang kuda hitam, maka dua imam dan hafidz hadis-hadis Nabi saww yang tekun memburu hadis; Abu Zar’ah ar-Razi dan Muhammad bin Aslam ath-Thusi bersama banyak pelajar dan ulama hadis, mereka berdua berkata: “Wahai tuan yang mulia dan putra para imam, demi hak ayah-ayah Anda yang suci dan sesepuh Anda yang mulia, kami memohon agar Anda berkenan menampakkan wajah mulia nan penuh berkah Anda dan riwayatkan untuk kami hadis dan ayah-ayah Anda dari Rasulullah saww yang kami dapat selalu mengingat Anda dengannya.”

Maka beliau memberhentikan kendaraan beliau dan memerintahkan para pembantu agar membuka tirai dan qubah itu dan beliau menggembirakan mereka dengan memperlihatkan wajah beliau yang penuh berkah dan mereka semuanya berdiri sesuai dengan kedudukan masing-masing memandang beliau, di antara mereka ada yang menjerit, menangis, dan ada yang bergulung-gulung di tanah, ada yang menciumi kaki kuda beliau, suarapun menjadi ramai maka para ulama dan fuqaha meminta mereka tenang;

“Wahai manusia dengarkan dan perhatikan sesuatu yang bermanfaat bagi kalian, dan jangan ganggu kami dengan suara tangis dan jeritan histeris kalian,” lalu Imam Ali ar-Ridha menyampaikan hadis, beliau berkata; “Ayahku Musa al-Kadzim mengabarkan kepadaku dan ayah beliau Ja’far ash-Shadiq dan ayah beliau Muhammad al-Baqir dari ayah beliau Ali Zainal Abidin dan ayah beliau Husain Syahid di tanah Karbala dan ayah beliau Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya beliau berkata; ‘kekasih dan kecintaanku Rasulullah saww mengabarkan kepadaku, beliau bersabda; mengabarkan kepadaku, ia berkata; ‘Aku mendengar Tuhan pemilik kemuliaan Allah SWT berfirman:
"Kalimat "lailaha illallah" (tiada Tuhan selain Allah) adalah benteng-Ku maka barang siapa mengucapkannya ia masuk ke bentengKu dan barang siapa masuk ke benteng-Ku ia aman dari siksa-Ku."

Kemudian beliau menutup kembali tirai tersebut dan melanjutkan perjalanan....maka para ulama dan ahli tulis menghitung mereka yang mencatat, jumlah mereka dua puluh ribu orang.’” 42
Imam Ahmad bin Hambal berkata: Andai nama-nama suci dalam sanad hadis itu dibacakan atas orang gila pasti ia akan sembuh.43
Abu Nu'aim berkata setelah meriwayatkan hadis di atas: Ini adalah hadis yang masyhur dengan sanad (jalur) tersebut dari riwayat orang-orang suci dari ayah-ayah mereka yang suci, dan sebagian salaf kami (Ahmad —maksudnya) mengatakan ketika ia meriwayatkan dengan sanad itu: Ini adalah sanad jika dibacakan atas seseorang yang gila pasti ia akan sembuh.44

Imam Kesembilan: Imam Muhammad al-Jawad a s

Ayah: Imam Ali ar-Ridha a s.
Ibu: Sabikah dari keluarga Mariyah al-Qibthiyah salah seorang istri Nabi Muhammad saww.
Tempat atau tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sepuluh bulan Rajab tahun 195H.
Wafat: Baghdad pada awal bulan Zulkaidah dan ada yang mengatakan tanggal lima bulan Zulhijah tahun 220 H dalam usia 25 tahun dan dikebumikan dipemakaman Quraisy di kota Kadzimiyah.

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Jawad as

Ibnu Hajar berkata: “Imam Ali ar-Ridha wafat meninggalkan lima orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang paling mulia adalah Muhammad al-Jawad, akan tetapi beliau tidak panjang usianya.”45
Sibthu Ibn al-Jauzi berkata: “Beliau sesuai dengan jalan hidup ayah beliau dalam keilmuan, ketakwaan, kezuhudan, dan kedermawanan."46
Ibnu Thalhah asy-Syafi'i: Dia adalah Abu Ja’far ats-Tsani (kedua)47 ....Beliau walau masih kecil usianya namun agung kemutamaannya, tinggi sebutannya. Yang memikul imamah sepeninggal Ali bin Musa ar-Ridha adalah putra beliau; Abu Ja’far al-Jawad berdasarkan penunjukan dari ayah beliau, seperti dikhabarkan sekelompok tokoh yang terpercaya dan adil, demikian dikutip oleh Ibnu Shabbagh al-Maliki.48
Mahmud bin Wahab al-Baghdadi al-Hanafi berkata: "Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha, kunyahnya adalah Abu Ja’far beliau pewaris ilmu dan kemuliaan ayah beliau dan paling mulia kedudukan dan kesempurnaannya di antara saudara-saudaranya."49

Ibnu Hajar dan asy-Syablanji juga menyebutkan bahwa beliau menjawab seluruh pertanyaan yang dipersiapkan oleh Yahya bin Aktsun di hadapan Khalifah al-Ma’mun dan para Ulama atas perintah sekelompok orang dari Bani Abbas dengan tujuan memojokkan Imam al-Jawad a s dan bagaimana ketidakmampuan Yahya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Imam al-Jawad a s kepadanya, sehingga ia malu dan pucat, kemudiam Ma’mun berkata: Sesungguhnya anggota keluarga rumah itu telah di beri keistimewaan dengan apa yang kalian telah saksikan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, dan sesungguhnya muda usia pada mereka tidaklah menjadi penghalang dari kesempurnaan ....50

(bersambung)

No comments: