Friday, September 14, 2007

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as) 4

Imam Kedua Belas: Imam Muhammad al-Mahdi a s

Ayah: Imam Hasan al-‘Askari a s.
Ibu: Narjis.
Tempat atau tanggal lahir: Samurra’ pertengahan bulan Syakban tahun 255 H.

Beliau mengalami masa ghaibah (ghaib dari pandangan manusia) dalam dua tahap; ghaibah shughrah (kegaiban kecil) dan ghaibah kubra (kegaiban besar atau total).
Ghaibah shughra: dan tahun 260 hingga tanun 329 H.
Ghaibah kubra berawal dan berakhirnya ghaibah shughra hingga waktu diizinkan Allah SWT dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia.

Al-Quthb asy-Sya’rani berkata dalam kitab al-Yawaqid wa alJawahir: Al-Mandi adalah putra Imam Hasan al-Askari dan keturunan Imam Husain, kelahirannya pada malam pertengahan bulan Sya’baan tahun 255H. Beliau akan tetap hidup hingga berkumpul dengan Nabi Isa putra Maryam a s, demikian diberitakan kepada kami oleh Syeikh Hasan al-Iraqi yang dikebumikan di Mesir dan pendapat itu disetujui oleh tuanku Ali Al-Khawaash. 64

Dalam buku Al-Bahrul Muhith, Abu Hayyan Al-Andalusi mengutip pendapat A-Sudiy mengenai firman Allah : "Untuk dimenangkan atas segala Agama" mengatakan: "Hal itu akan terjadi pada saat munculnya Al-Mahdi. Pada saat itu tak seorangpun manusia yang tinggal kecuali dia masuk kedalam Islam atau membayar pajak (Jizyah)".

Imam Malik (pemimpin mazhab Maliki) berkomentar mengenai firman Allah (QS. 28. 5) : "Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi, dan hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan mereka mewarisi (bumi)." sbb: "Pembuktian atas ayat ini belum terjadi, dan bahwa ummat Islam masih menunggu munculnya manusia yang akan menjadi sarana bagi terwujudnya ayat tersebut"(Ath-Thabarsi dalam Majma'ul Bayan fi Tafsir Al-Qur'an jilid V hal 24). Ketika kaum Alawiyin (keturunan Fatimah A S)tertimpah penindasan yang teramat sangat oleh penguasah Abbasiyah, Muhammad ibn Jakfar Al-Alawy mengadukan pada Imam Malik dan dijawab oleh Imam Malik bersabarlah sampai datang tafsirnya ayat tsb diatas (QS. 28. 5), demikian riwayat Abul Faraj Al-Isfahany dalam buku Maqatil Aththalibiyin hal 539.

Assayyid Abdullah Syabr dalam bukunya Haqqul Yakin jilid I hal 222 menuturkan bahwa hadits mengenai Imam Mahdi jumlahnya lebih dari lima ratus yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, penyusun kitab Jami'ul Ushul dan orang-orang selain mereka. Selanjutnya beliau berkata dalam kitab-kitab yang Mu'tabar dan kitab Ushul yang telah diakui, terdapat lebih dari seribu hadits.

Beberapa Hadis Tentang Imam Mahdi a s

Beliau adalah Imam kedua belas sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis yang telah lewat, beliau adalah Imam mahdi yang akan menegakkan keadilan di muka bumi sebagaimana dijanjikan dalam hadis-hadis mutawatir.
Dan demi kesempurnaan pembahasan kita, marilah kita simak sabda-sabda Nabi saww tentang Imam Mahdi as dan pernyataan para ulama tentangnya. Dan sekali lagi, kami hanya akan menyebut hadis-hadis dari jalur Ahlusunah Waljamaah.

1. Imam Ahmad dan al-Barudi meriwayatkan dan Abu Sa’id dari Rasulullah saww beliau bersabda:
"Gembiralah kalian dengan al-Mahdi, seorang dari suku Quraisy dari itrah-ku, dia keluar dalam kaadaan perselisihan manusia dan guncangan, lalu dia memenuhi bumi dengan keadilan setelah dipenuhi dengan kezaliman." 65

2. Abu Daud meriwayatkan dari Rasulullah saww beliau bersabda:
“Seandainya tidak tersisa dari dunia ini kecuali hanya satu hari niscaya Allah akan memanjangkannya sehingga Allah mengutus seorang dari Ahli-Baitku, namanya sama dengan namaku, dia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana is dipenuhi dengan kedzaliman.” 66

3. Abu Nu'aim bin Hammad meriwayatkan dari A’isyah dari Rasulullah saww beliau bersabda:
“Al-Mahdi dari itrah-ku, dia berperang atas sunahku sebagaimana saya berperang atas wahyu.”67

4. Imam Ahmad, Muslim, Abu Daud, an-Nasa'i, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan sekelompok Ulama lain meriwayatkan dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah r a. Bahwa Nabi saww bersabda:
“Al-Mahdi dari ‘Itrahku dan putra Fathimah. “68
Komentar Ulama Ahlusunah Tentang Kemutawatiran Hadis Kedatangan Imam Mahdi a s

Ibnu Hajar al-Asqallani berkata: “Telah mutawatir berita (hadis) bahwa Mahdi adalah dari umat ini dan sesungguhnya (Nabi) Isa putra Maryam akan turun dan salat di belakangnya.69

Asy-Syaukani dalam risalahnya yang berjudul at-Taudhih fi Tawaturi Ma Ja'a fi al-Mahdi al-Muntadzar wa al-Masih 70 berkata: “Dan Hadis yang datang tentang Mahdi yang dapat ditemukan adalah lima puluh hadis, ada yang shahih, hasan dan dhaif yang tertolong, dan ia mutawatir tanpa diragukan.”

Abdul Aziz bin Baz rektor Universitas Madinah Al-Munawarah berkata seperti dimuat di majalah al-Jami’ah al-Islamiyah, no. 3, hal 161 - 162 : “Sesungguhnya masalah al-Mahdi merupakan masalah yang menjadi pengetahuan umum, dan hadits-hadits mengenainya banyak sekali, bahkan mutawatir. Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa munculannya tokoh yang dijanjikan ini merupakan suatu perkara yang telah tetap (kebenarannya yang tidak bisa diragukan lagi), dan kemunculannya adalah benar.

Seorang dozen dalam Universitas tersebut bernama Ustad Syeh Abdul Muhsin Al-Ibad dalam bukunya : Muhadharah haula al-imam Al-Mahdi wa At-Ta'liq 'Alaiha, hal. 26, yang juga disampaikan dalam kuliahnya yang berjudul "Akidah Ahlus Sunnah dan Atsar tentang Al-Mahdi Al-Muntadhar sbb: Jumlah yang saya ketahui dari nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadits-hadits Al-Mahdi dari Rasulullah S A W, adalah 26 orang mereka adalah :

1. Ustman ibn Affan, 2. Ali ibn Abi Thalib, 3. Thalhah ibn Ubaidillah, 4. Abdurrahman ibn Auf, 5. Al-Husain ibn Ali, 6. Ummu Salamah, 7. Ummu Habibah, 8. Abdullah ibn Abbas, 9. Abdullah ibn Mas'ud, 10. Abdullah ibn Umar, 11. Abdullah ibn Amr, 12. Abu Sa'id Al-Hudri, 13. Jabir ibn Abdullah, 14. Abu Hurairah, 15. Anas ibn Malik, 16. Ammar ibn Yasir, 17. Auf ibn Malik, 18. Tsauban maula Rasulullah, 19. Qurrah ibn Ayas, 20. Ali Al-Hilali, 21 Hudzaifah ibn Al-Yaman, 22. Abdullah ibn Al-Harits ibn Hamzah, 23. Auf ibn Malik, 24. Imran ibn Husain, 25. Abu Ath-Thufail, 26. Jabir Ash Shadafi. Selanjutnya beliau berkata : "Dan hadits -hadits Al-Mahdi itu telah dinukil oleh sejumlah besar imam dalam kitab-kitab shahih dan sunan, Mu'jam dan Musnad, serta lain-liannya. Jumlahnya kitab-kitab mereka yang saya ketahui atau yang saya ketahui bahwa mereka menukilnya 38.

Sangat panjang sekali bila saya sebut satu persatu disini, sebagai contoh cukup dibawah ini:

Abu Dawud dalam Sunannya, Turmudzi dalam Jami'nya, Ahmad dalam Musnadnya dan Ibn Hibban dalam Shahihnya, Al-Hakim dalam Al-Mustadarak, Abu Bakar ibn Abi Syaibah dalam Mushnif, Al-Hafizh (si penghafal lebih dari 100.000 hadits) Abu Nu'aim dalam kitab Al-Mahdi, Ath-Thabary dalam ketiga kitabnya Alkabir, Al-awsath dan Ashshaghir, Darul Qutny dalam Al-Afrad, Ibnu Asakir dalam Tarikhnya, Assuyuthi dalam Al-Urf Al-Wardy dan Al-Hawy fil Fatawa, Ibnu Jarir dalam Tahzib al Atsar, Al-Baihagy dalam Dala'ilun Nubuwah, Ibnu Sa'ad dalam Thabaqod.

Para Ulama Ahlusunah yang Meyakini Kelahiran Imam Mahdi as

Kendati pendapat yang masyhur di kalangan Ahlusunah bahwa Imam Mahdi yang dijanjikan dalam hadis-hadis mutawatir belum lahir dan kelak akan lahir ketika masanya tiba, namun tidak jarang di antara ulama Ahlusunah yang meyakini bahwa Imam Mahdi yang dijanjikan dalam sabda-sabda Nabi saww tersebut telah lahir, dia adalah putra Imam Hasan al-Askari as lahir di kota Samurra’.

Mari Kita amati keterangan dibawah ini yang dinukil dari kitab : ”Is’af Al-Raghibin fi Sirah Al-Mushthafa wa Fadha’il Ahli Baithi Al-Thahirin” karya Al-Imam Al-Allamah Al-Arif Billah Al-Syaikh Muhammad bin Ali Al-Shabban Rahimahullah sebagai berikut :
Sayyidi Abdul Wahab Al-Sya’rani mengatakan di dalam kitabnya Al-Yawaqit wal Jawahir bahwa Al-Mahdi itu berasal dari putra Imam Hasan Al-Askari. Lahir pada malam pertengahan bulan sya’ban tahun dua ratus lima puluh lima Hijriyah. Ia tetap hidup sampai sekarang dan akan bergabung dengan Nabi Isa a. s. Demikianlah yang diberitahukan oleh Syaih Hasan Al-Iraqi kepadaku, dari Imam Al-Mahdi, ketika Syaih Hasan berjumpa dengannya, yang kebetulan dihadiri juga oleh Sayyidi Ali Al-Khawwash rahimahumallaahu Ta’ala.

Syaikh Muhyiddin di dalam kitab Al-Futuhat mangatakan : ”Ketahuilah Bahwa Al-Mahdi a. s. itu mesti keluar, namun tidak akan keluar kecuali apabila dunia sudah penuh dengan kezaliman dan dialah yang akan melenyapkan kezaliman itu dan menggantikan dengan keadilan. Dia berasal dari keturunan Rasulullah S A W dari putra Fathimah r. a. Kakeknya adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, dan ayahnya adalah Imam Hasan Al-Askari bin Imam Ali Al-Naqi bin Imam Muhammad Al-Taqi bin Imam Ali Al-Ridha bin Imam Musa Al-Kazhim bin Imam Jakfar Ashshadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husain bin Imam Ali bin Abi Thalib r.a.

Dalam Kitab Ash-Shawa’iqal Muhriqah karya Ibnu Hajar dalam bab mengenai ihwal Al-’Askari terdapat uraian sebagai berikut : ”Beliau (Imam Hasan Al-’Askari) tidak meninggalkan keturunan seorangpun selain putranya yaitu Abal Qasim Muhammad AlHujjah a.s., yang umurnya ketika ayahnya wafat adalah 5 tahun. Tetapi dalam usia tersebut Allah telah menganugrahkan kepadanya hikmah, dan dia dinamakan Al-Qa’im Al-Muntadzar. Dikatakan bahwa, yang demikian itu karena dia telah ”dirahasiakan” , kemudian menghilang dan tidak diketahui kemana perginya. Penulis lain dari kalangan jumhur ulama juga menuturkan hal serupa, misalnya Ibnu Khallikan, pengarang Al-Fushulul Muhimah, Mathalibus Su’ul, Syawahidun Nubuwah sebagai mana yang diterangkan oleh syaih Abdullah Syabar dalam karyanya yang berjudul Haqqul Yaqin.
Ustadz Hasyim al-Amidi telah mengadakan studi penelusuran yang seksama dan beliau menemukan 128 (seratus dua puluh delapan) Ulama Ahlusunah telah meyakini kelahiran Imam Mahdi as.

Di bawah ini akan kami sebutkan sebagian nama-nama mereka:

1.Muhammad bin Harun Abu Bakar ar-Rauyani (w. 307 H) dalam kitabnya al-Musnad.
2.Abu Nu’aim aI-Ishfahani (w. 430H) dalam kitabnya al-Arba’in haditsan fi al-Mahdi.
3.Ahmad Bin Husain al-Baihaqi (w. 458 H) dalam Syu’ab al-Iman.
4.Al-Khawarizmi al-Hanafi (w. 568 H) dalam Maqtal al-Imam al-Husain.
5.Muhyiddin Ibn al-Arabi (w. 638 H) dalam al-Futuhat alMakkiyah, bab 366 dalam pembahasan 65, sebagaimana disebut dalam Yawaqit wa al-Jawahir oleh asy-Sya’rani.
6.Kamaluddin Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'iy (w. 652 H) dalam Mathalib as-Su'ul.
7.Sibth Ibn al-Jauzi al-Hanbali (w. 654 H) dalam Tadzkirah-alKhawash.
8.Muhammad bin Yusuf al-Kunji asy-Syafi’i (terbunuh tahun 658 H) dalam kitabnya Kifayah ath-Thalib.
9.Al-Juwaini al-Hamawaini asy-Syafi’i (w. 732 H) dalam Fara’id as-Simthain: 2\337.
10.Nuruddin Ibnu Shabbagh al-Maliki (w. 855 H) dalam al-Fushul al-Muhimmah.71
11.A1-Quthb asy-Sya’raani, sebagaimana dinukil dalam Nuur alAbshar (187).
12.Syeikh Sahan al-Iraqi, sebagaimana dinukil dalan Nuur al-Abshar.
13.Syeikh Ali al-Khawash, sebagaimana disebutkan oleh al-Quthb asy-Sya’rani.
14.Syeikh asy-Syablanji dalam Nuur al-Abshar.
15.Ibnu Hajar al-Haitsami al-Makki (974 H) dalam ash-Shawaiq.

Dan bagi yang menginginkan keterangan lengkap tentang namanama mereka berikut keterangannya, kami persilahkan merujuk kitab-kitab khusus yang membahas tentang Imam Mahdi as.

Tanda-tanda sosial akan datangnya Imam Mahdi meliputi:

1.Tersebar luasnya kezaliman dan kejahatan.
2.Berkuasanya kejahiliyahan dan; munculnya kehidupan jahiliyah yang meliputi akidah, akhlak, dan peradaban.
3.Kemajuan ilmu pengetahuan yang mencengangkan.
4.Peperangan dan kekacauan yang merusakbinasakan, serta hilangnya rasa aman dan ketenteraman.
5.Munculnya para pendusta dan Dajjal yang mendakwakan diri sebagai pembaharu.
6.Krisis dan kemerosotan ekonomi.
7.Munculnya gerakan-gerakan, kepemimpinan dan dakwah, yang membuka jalan bagi munculnya Al-Mandi untuk menyelamatkan manusia dari kejahiliyahan.

Sekarang marilah kita tuturkan beberapa riwayat yang menetapkan tanda-tanda tersebut di atas.

Ash-Shaduq meriwayatkan dalam kitabnya Man La Yandhuruhul Faqih, bahwa Al-Ashbagh bin Nabatah meriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ucapan beliau sebagai berikut:
“Pada akhir zaman dan saat mendekatnva Kiamat yang merupakan masa yang paling buruk akan muncul wanita-wanita yang tubuhnya terbuka dan telanjang, memamerkan kecantikan dan perhiasannya, tenggelam ke dalam fitnah, cenderung kepada syahwat, bersegera kepada kelezatan, dan menghalalkan bagi dirinya barang-barang yang haram. Mereka akan kekal abadi di neraka.” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 426, dikutip dari Man La Yandhuruhul Faqih)

Al-Majlisi meriwayatkan dalam Bihar Al-Anwar, dari ayahnya, dari Ali, dari ayahnya, dari An-Naufali, dari AsSaukani, dari Abu Abdillah a.s., katanya: “Telah bersabda Rasulullah Saaw.: ‘Akan datang kepada umatku suatu masa, yang di dalamnya rahasia diri mereka penuh dengan keburukan namun penampilan mereka penuh dengan kebaikan, orang tamak kepada dunia, tidak menghendaki apa yang ada di sisi Allah SWT., perbuatan mereka merupakan riya' tanpa dicampuri rasa takut (kepada Allah). Allah menyamaratakan azab bagi mereka. Mereka lalu berdoa seperti doa orang yang akan tenggelam, namun doa mereka tidak dikabulkan.’” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 426, dikutip dari Bihar Al-Anwar)

Dengan sanad yang sama, Al-Majlisi juga meriwayatkan: “Telah bersabda Rasulullah Saaw.: ‘Akan datang kepada umatku suatu masa di mana tidak ada lagi yang tinggal dari Al-Quran selain tulisannya, dari Islam selain namanya yang mereka gunakan, sedang mereka adalah orang-orang yang paling jauh dari Islam. Masjid-masjid mereka banyak tapi kosong dari hidayah. Para fuqaha di masa itu merupakan fuqaha yang paling buruk di kolong langit. Dari mereka keluar fitnah, dan kepada mereka pula fitnah itu kembali.’” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 427, dikutip dari Bihar Al-Anwar)

Diriwayatkan dari Imam Al-Baqir Muhammad bin All a.s., bahwa beliau mengatakan: “Al-Mandi tidak akan muncul sehingga kegelapan memuncak.” ” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 427, dikutip dari Malahim wal Fitan)

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib a.s., dari Rasulullah Saaw.: “Sesungguhnya Islam itu bermula sebagai sesuatu yang asing, dan akan kembali menjadi asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing.” Seseorang bertanya: “Siapakah orang-orang yang asing itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: "Mereka itu ialah orang-orang yang berlaku baik ketika masyarakat telah rusak. Sesungguhnya tidak ada keterlepasan atau keterasingan bagi seorang Mukmin. Tak ada seorang Mukmin pun yang mati, melainkan para malaikat menangis karena kasihan kepadanya. Kalaupun mereka tidak menangis untuknya, maka kuburnya akan diluaskan dengan cahaya yang cemerlang ketika ia diletakkan di tempat kepalanya terletak.” ” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 436, dikutip dari Ja’fariyat wal Asy-Atsiyyat)
Ibnu Majah men-takhrij dalam Sunan-nya, jilid II, dalam bab Al-Fitan, Fitnah Dajjal, dari Abu Imamah Al-Bahili, katanya: “Rasulullah berkhutbah kepada kami, dan sebagian besar khutbah beliau adalah ceritera mengenai Dajjal, yang terhadapnya beliau memperingatkan kami. Di antara kata-kata beliau adalah: ‘Sungguh, belum pernah ada cobaan di muka bumi, sejak Allah menciptakan keturunan Adam, yang lebih besar dari Dajjal. Allah tidak pernah mengutus seorang Nabi, maka pasti dia memperingatkan umatnya terhadap Dajjal. Aku adalah Nabi yang terakhir dan kalian adalah umat yang terakhir; dan tak dapat tidak, Dajjal akan keluar di kalangan kalian.’” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 436, dikutip dari Sunan Ibnu Majah)

Al-Kulaini menukil dalam Raudhatul Kafi sebuah hadis dari Imam Ja'far bin Muhammad Ash-Shadiq a.s., yang melukiskan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan industri yang dicapai oleh umat manusia pada saat menjelang munculnya Dajjal, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Al-Qa’im kami, apabila ia muncul, maka Allah SWT memanjangkan bagi pengikut kami daya dengar dan lihat mereka, sehingga antara mereka dengan Al-Qa’im tidak perlu ada kurir. Dia akan berbicara kepada mereka, dan mereka dapat mendengar dan melihat kepadanya sedang dia sendiri masih tetap di tempatnya.’” (Al-Kulainy, Al-Kafi, jilid VIII, hal 240 – 241)

Beliau juga meriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq a.s.: “Sesungguhnya orang Mukmin di zaman Al-Qa’im itu, jika dia berada di Timur, dia pasti bisa melihat saudaranya yang berada di Barat. Demikian pula mereka yang berada di Barat akan dapat melihat saudaranya yang berada di Timur.” (Abdullah Syabr, Haqqul Yakin, jilid I, hal. 229)

Kita bisa mengatakan, bahwa kedua riwayat ini mengisyaratkan tingkat perkembangan sarana komunikasi yang dicapai oleh ilmu pengetahuan modern, berupa penciptaan alat-alat pemindahan gambar dan suara, seperti televisi, radio dan semacamnya. Kedua alamat materialistik yang kita kenal ini, sebelumnya tidak dikenal, dan baru kita ketahui setelah dicapainya kemajuan ilmu pengetahuan di bidang audiovisual dan telekomunikasi jarak jauh. Karenanya, kedua riwayat ini bisa dipandang sebagai sebagian dari bukti-bukti materialistik yang menunjukkan benarnya kemunculan Al-Mandi a.s.

Syaikh Ath-Thusi meriwayatkan dalam kitabnya AlGhaibah, dari Muhammad bin Muslim dan Abu Bashir, bahwa keduanya mengatakan: “Kami mendengar Abu Abdillah a s. berkata: 'Perkara ini tidak akan terjadi sampai lenyapnya dua pertiga manusia.’ Maka kami lalu bertanya: dua pertiga umat manusia lenyap, maka siapakah yang masih tinggal?’ Beliau menjawab: Tidakkah kalian senang menjadi sebagian dari yang sepertiga sisanya itu?’” ” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 436, dikutip dari Al-Ghaibah)

Abu Nu'aim meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib a.s. dalam kitab Al-Burhan fi 'Alamat Mahdi Akhiriz-Zaman: “Al-Mandi tidak akan muncul sampai sepertiga dari umat manusia terbunuh, sepertiga mati, dan sepertiga tinggal.” ” (silakan rujuk Luthfullah Ash-Shafi, Muntakhab Al-Atsar, cetakan ke 3 hal, 436, dikutip dari Al-Burhan fi ‘Alamat Mahdi Akhiriz-Zaman)

Riwayat-riwayat tersebut menceriterakan tentang tandatanda sosial yang menunjuk kepada kemunculan Imam AlMandi a.s. Namun ada juga riwayat-riwayat lain yang menceriterakan tentang tanda-tanda yang bersifat alamiah, seperti terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan bukan pada waktunya yang biasa, dan terjadinya perubahan di tata surya dan jagad raya. Perlu ditegaskan pula, bahwa riwayat-riwayat lain yang menceriterakan tentang munculnya Imam Al-Mandi, mengisyaratkan bahwa kemunculan beliau itu akan terjadi di Makkah Al-Mukarramah, dan bahwa beliau akan mengumumkan kekhalifahan serta negaranya, dan orang banyak akan membaiatnya di antara tiang Ka’bah dan Maqam Ibrahim, di Masjidil Haram.

Catatan Kaki:

1. Di antara kitab kitab Ulama Ahlussunah yang menyebut sejarah para Imam atau bahkan dikarang khusus tentang sejarah hidup mereka ialah: al-Fushuul al-Muhimmah; Ibnu Shabbagh al-Maliki, ash-Shawaiq al-Muhriqah; Ibnu Hajar al-Haitsami, pada bab 11, Nuuur al-Abshar fi Manaqib Aal an-Nabi al-Mukhtaar; Syeikh asy-Syablanji dan Is'aaf ar-Raghibiin; Ibnu Shabban.
2. Ash-Shawa'q, Bab 11, pasal 3, hal.191 hadis ke l0, Hadis riwayat Ahmad dan at-Turmudzi dari sahabat Abu Sa'id al-Khudri dan riwayat ath-Thabarani dari Imam Ali as, Umar, Jabir, Abu Hurairah, Usamah bin Zaid dan Baraa' bin al-Azib serta riwayat Ibnu Adiy dari Ibnu Mas'ud, dan selain riwayat di atas, ia juga menyebut beberapa riwayat semakna dengan sedikit tambahan kelengkapan redaksinya.
3. ibid hadis ke 15 dari riwayat Ibnu Adiy dan Ibnu Asakir dari sahabat Abu Bakrah.
4. Ibid., hadis ke 16 dari riwayat at-Turmudzi dan Ibu Hibban dari sahabat Usamah bin Zaid.
5. Asy-Syablanji berkata: "Imam Malik bertaka: ‘Beliau digelari “Zainaul Abidin” (penghias para menghamba) dikerenakan banyak beribadah ia adalah Imam keempat Syiah Imamiyah’” (Nuur al-Abshaar: 153).
6. Ash-Shawa’iq: 201.
7. Kisah lengkapnya dapat Anda baca dalam Shawaiq: 200-201 dan Nuttr al-Aabshaar 155-156 dan buku-buku lain.
8. Thabaqat Ibnu Satad: 5 / 213, Tandzib adz-Tahhdzib: 7 / 268 dan Thabaqat alHuffadz: as-Suyuthi: 2 / 37.
9. Ibid., Shafwah ash-Shafwah; Ibnu Jauzi: 2 / 99.
10. Ibid.
11. Shafwah ash-Shafwah: 2 / 93 dan Kasyf al-Ghummah: 199.
12. Wa Rakibtu as-Safinah: 483-484.
13. Al-Imam Zaid: 31.
14. Nuur al-Abshaar: 157 dan ash-Shawa’iq: 201.
15. Tandzib at-Tandzib: 2 / 302 dan Hilyah al-Auliya': 3 / 186.
16. Lihat pernyataan-pernyataan mereka dalam Wa Rakibtu as-Safinah: 478-490.
17. Ibid., 489.
18. Lihat Tarikh at-Tasyri' al-Islami; Doktor al-Fadhli: 98-99 dan al-Imam ash-Shadiq: Abdul Halim al-Jundi al-Mashri: 141.
19. Ash-Shawa’iq: 202.
20. Tarikh al-Ya’qubi: 3 / 177.
21. Tandzib at-Tandzib: 2 / 104-105.
22. Ibid., 2 / 103.
23. Al-Milal wa an-Nihal: 1 / 272.
24. Asad Haidar dalam al-Imam Ja’far Wa Al-Madzahib A I-Arba’ah: 1 / 55 menukil dari Rasa’il aI-Jahidh: 106.
25. Wafayat al-A’yaan: 1 / 327.
26. Asad Haidar menukil dari Mathalib as-Suul: 2 / 55.
27. 1 / 166.
28. Laula as-Sanatan Lahaka an-Nu’maan; Syeikh Muhammad Ridha al-Hakimi: 295. menukil dari al-Irsyad; Syeikh al-Mufid, al-Fattal dan S. Ali bin Abdil Hamid an-Niiliy.
29. Asad Haidar: 1 / 55 dari al-Majalis as-Saniyah; S. Muhsin Al-Amin : 5 / 209.
30. Siyar A 'laam an-Nubalaa': 6\270.
31. Mizan al-I’tidal: 3 / 309.
32. Tarikh Bahgdad: 13 / 27, Shafwah Ash-Shafwah: 2 / 184, Syadzarat Adz-Dzahab: 3 / 377, Siayar A'laam: 6 / 172.
33. Wafayat al-A'yaan: 5 / 308.
34. Ar-Rasyid mengucapkannya dengan tujuan ingin membanggakan kedekatan hubungannya dengan Nabi Saww. dan karenanya ia layak menjadi Khalifah dan pengganti Nabi Saww.
35. Shawa’iq: 204. Dapat kita saksikan dalam kisah di atas bagaimana bahwa para Imam Ahlul-Bait as. tidak henti-hentinya ketika kondisi memungkinkan untuk membongkar kedok dan kelemahan alasan para perampas imamah dari mereka (seperti yang ingin dikesankan oleh Harun ar-Rasyid bahwa ia berhak atas kepemimpinan umat karena kedekatan kekeluargaannya dengan Nabi saww) dan mereka selalu menjelaskan kepada umat Islam bahwa imamah dan kepemimpinan adalah hak ahlulbait as. Apa yang dilakukan Imam Musa as mirip dengan apa yang dilakukan kakek beliau Imam Ali bin Abi Thalib as ketika menjelaskan kelemahan argumentasi Abu Bakar dan kelompoknya atas kelompok Anshar bahwa ia (Quraisy) berhak atas Khilafah kerena mereka lebih dekat secara kekeluargaan dengan Nabi saww, Imam Ali as mengatakan: “Kalau engkau dengan alasan kekeluarga mengalahkan argumen lawanmu (Anshar) maka ketahuilah bahwa ada orang lain yang lebih dekat kepada Nabi.” (Nahj al-Balaghah: I-Hikmah ke 190 , hal; 668, dengan Syarah Syeikh Muhammad Abduh).
36. Al-Fushul Al-Muhimmah: 221 dan: 227, pernyataan serupa juga disampaikan oleh asy-Syablanji dalam Nur al-Ab.vhar: 166 dan ash-Shabban asy-Syafi'iy dalam arRaghibin (di pinggir Nur al-Abshar): 246.
37. Ash-Shawa’ iq: 204.
38. : 7 / 330.
39. Siyar A 'laam: 9 / 387-388.
40. Ibid., 392.
41. Tadzkirah al-Khawash: 198.
42. Ash-Shawa’iq : 205.
43. Ibid.,
44. Hilyah al-Awliya': 3\92.
45. Ash-Shawa’iq : 205-206.
46. Tadzkira al-Khawash: 202.
47. Beliau di sebut Abu Ja`far ats-Tsani karena Kakek beliau Imam Muahammad al-Baqir juga dikunyahi dengan Abu Ja`far. (al-Imam Ali ar-Ridha wa Risalatuhu fi ath-Thibb an-Nabawi ; DR. Muhammad Ali al-Baar hal; 102).
48. Al-Fushul al-Muhimmah: 253.
49. Jawahir al-Kalam : 147
50. Ash-Shawa’iq: 206 dan Nur al-Abshar: 178.
51. Al-Bidayah wa an-Nihayah: 11 / 15.
52. Al-Fushul al-Muhimmah: 265 menukil dari al-Irsyad 1.
53. Nur al-Abshar: 181 dan ash-Shaawa’iq: 207.
54. Tadzkirah al-Khawash: 202. Dan pada waktu lain beliau difitnah lagi dan rumah beliau digeledah di tengah malam dan akhirnya ditangkap dan dihadapkan kepada al-Mutawakkil di tengah malam, dan ketika itu al-Mutawakkil sedang begadang dengan meminum khamer baca kisah lengkapnya dalam Nur al-Abshar: 182-183.
55. Ash-Shawa’iq: 207.
56. Ibid., 208.
57. Ibid., 203.
58. Al-Fushul al-Muhimmah: 273 menukil dari al-Irsyad.
59. Ibid., 279.
60. Nur al-Abshar: 183.
61. Ibid., 183 dan ash-Shawa'iq: 207.
62. I’lam al-Wara: 390.
63. Nuur al-Abshaar: 185.
64. Ibid., 187.
65. Musnad Alunad: 3/ 37 dan 52. Lihat juga: Uqad ad-Durar: 62 dan 156, Faraid as-Simthain: 2 / 310 dan 561, Majma' az-Zawaid: 7/ 313, al-'Arfu al-Wardi: 2 / 58, Shawa’iq: 166 dan Kanz 14 / 216 Hadis ke 38653.
66. Sunan Abu Daud: 4 / 104 hadis ke: 4282. Lihat juga al-Mu jam al-Kabir: 10 / 135 hadis ke 10224, Mashabih as-Sunnah: 3 / 392 hadis ke 4210, 'Uqad ad-Durar: 27, 28 dan 169, ash-Shawaiq: 163, Minhaj as-Sunnah: 4 / 95, Misykat al-Mashabih: 3 / 170 hadis ke 5452 dan Kanz ‘Ummal: 14/ 267 hadis ke 38676.
67. Al-Fitan: 229 dan lihat juga ‘Uqad Ad-Durar:16-17, Jawahir aldaian: 306, al-Arfu al- Wardi 74 dan ash-Shawaiq:164.
68. Musnad Ahmad: 1/ 84, Sahih Muslim—sebagaimana dimuat dalam Kanz ‘Ummal : 14 / 264 hadis ke 38662, Shawaiq:163, Sunan Abu Daud: 4 / 104 hadis ke 4284, Sunan an-Nasa’'i—sebagaimana dikutip dalam 'Uqad ad-Durar: 15, Sunan Ibnu Majah: 2 / 1368 hadis ke 40886, al-Baihaqi—sebagaimana disebut dalam Shawaiq, Mashabih as-Sunnah: 8 / 492 hadis ke 4211, Syarh as-Sunnah: 8 / 354 hadis ke 4280 al-Jami' ash-Shaghir: 552 hadis ke 9241 dan al-Bayan fi Akhbar Shahib az-Zaman: 486.
69. Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari: 5 / 362.
70. Islamuna; Doktor Mushthafa ar-Rafi’iy: 195.
71. Untuk mengetahui nama-nama mereka lihat Difaa ‘An al-Kafi Tsamir Hasyim Al’Amidi 1/ 569-592, Kasyf al-Astaar; Mirza Husain an-Nuri ath-Thabarsi : 46-93 dan kitab al-Imam ats-Tani ‘Aasyar;Muhammad Sa’id al-Musawi.

(Selesai)

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as) 3

Imam Kesepuluh: Imam Ali bin Muhammad al-Hadi a s

Ayah: Imam Muhammad bin Ali al-Jawad a s.
Ibu: Sammanah al-Maghribiyah dan ada yang menyebutnya Jumanah.
Tempat dan tanggal lahir: Sharya sebuah desa di dekat kota Madinah pada tanggal 1 atau 2 bulan Rajab dan ada yang mengatakan pada pertengahan bulan Dzul Hijjah tahun 212 atau tahun 214 H.
Wafat: Samurraa’ Irak pada tanggal tiga bulan Rajab tahun 254 H dalam usia 40 atau 42 tahun dan dikebumikan di rumah beliau di kota Samurra’.

Kesaksian Para Ulama Tentang Keutamaan Imam Ali al-Hadi a s

Ibnu Katsir: Adapun Abu al-Hasan Ali al-Hadi, beliau adalah putra Imam Muhammad al-Jawad ...salah seorang imam dua belas, beliau ayah Imam Hasan al-Askari, beliau seorang abid, zuhud. Beliau dipindahkan oleh (Khalifah) Mutawakkil ke kota Samurra’ dan tinggal di sana lebih dari sepuluh tahun.51

Ibnu Shabbagh al-Maliki mengatakan: "Imam setelah Abu Ja`far adalah putra beliau Abu al-Hasan Ali bin Muhammad dikarenakan terkumpulnya ciri-ciri keimamahan padanya, dan dikarenakan sempurnanya keutamaan, dan ilmu beliau, dan dikarenakan tidak ada yang mewarisi kedudukan ayah beliau selain dia, serta karena tetapnya nash penunjukan atasnya dan ayah beliau.”52

Syeikh asy-Syablanji berkata: “Dan kemuliaan beliau banyak sekali, Ibnu Hajar dalam Shawa'iq-nya berkata: ‘Abu al-Hasan alAskari adalah pewaris ayahnya dalam ilmu dan kedermawanan.’”53

Dan cukuplah sebagai bukti kedekatan dan kemuliaan beliau di hati umat kekek beliau Rasulullah saww bahwa ketika al-Mutawakkil al-Abbasi (Khalifah yang dikenal sangat benci kepada keturunan Ali a s mengutus Yahya bin Hartsamah untuk menangkap Imam Ali alHadi a s karena adanya tuduhan bahwa beliau a s mempersiapkan senjata untuk memberontak dan menumbangkan dinasti Abbasiah, Yahya menceritakan: "Dan ketika aku memasuki kota Madinah, penduduknya gempar dan sangat ribut tidak pernah terjadi sepertinya karena khawatir atas keselamatan Ali, dan dunia seakan bangkit di atas kedua kakinya, karena ia sangat baik kepada mereka, senantiasa berada di masjid, tidak memiliki kecenderungan kepada dunia, maka saya tenangkan mereka dan saya bersumpah bahwa saya tidak diperintahkan dengan kejahatan atasnya, ia tidak akan apa-apa, kemudian saya periksa rumahnya maka saya tidak menemukan di dalamnya kecuali mushhaf dan buku-buku do'a dan buku-buku ilmu maka ia menjadi agung di mataku.”54

Ibnu Hajar berkata: “Beliau meninggal di kota Surra Man Ra’a (Samurra’) pada bulan Jumada al-Akhirah tahun 254 H, dalam usia 40 tahun. Mutawakkil memberangkat beliau ke kota tersebut tahun 243H. dan beliau tinggal di sana hingga wafat dengan meninggalkan empat putra dan seorang putri, yang paling agung di antara mereka adalah Abu al-Hasan al-Khalish (Imam Hasan al
Askari). “55

Imam Kesebelas: Imam Hasan al-Askari a s

Ayah: Imam Ali al-Hadi a s.
Ibu: Seorang wanita bangsawan berkebangsaan Romawi bernama Susan atau Haditsah atau Salil.
Tempat dan tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal 10 bulan Rabiutsani tahun 232 H.
Wafat: Samurra' pada tanggal 8 bulan Rabiulawal tahun 260 H dalam usia 25 dan ada yang mengatakan; 28 tahun.

Ibnu Hajar berkata: “Ada yang mengatakan bahwa beliau wafat karena diracun juga. Beliau tidak meninggalkan anak kecuali putra beliau yaitu Abu al-Qasim Muhammad a-Hujjah, dan usianya ketika ditingal wafat ayahnya adalah lima tahun akan tetapi Allah memberinya al-Hikmah. Beliau digelari dengan al-Qaim al-Muntadzar.56
Beliau dikebumikan di dalam rumah beliau di kota Samurra'.

Sekilas tentang keutamaan Imam al-Hasan al-‘Askari a s

Sibthu Ibn al-Jauzi berkata: “Beliau alim (pandai), terpercaya, meriwayatkan hadis dari ayahnya dari kakeknya.”57

Ibnu Shabbagh al-Maliki berkata: “Imam setelah Abul-Hasan Ali bin Muhammad adalah putra beliau Abu Muhammad al-Hasan, dikarenakan terkumpulnya karakter kemuliaan padanya, mengungguli orang-orang sezamannya dalam hal yang menyebabkan kelayakan dalam imamah dan mengungguli mereka dalam ilmu wara’, zuhud, kesempurnaan akal dan banyaknya amal yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, lalu dikarenakan nash penunjukan atas beliau dan isyarat kekhilafahan untuknya.” 58

Ibnu Shabbagh juga mengatakan: “Keutamaan Sayyidina Hasan Al-‘Askari menunjukkan bahwa beliau benar-benar putra Imam al-Hadi, tiada diragukan akan keimamahan beliau ....Beliau yang tunggal di zamannya tiada tertandingi, sangat khas tiada tersaingi, beliau tuan orang-orang di zamannya, imam mereka, ucapan-ucapan beliau lurus, pekerjaan beliau terpuji.... Beliau pendekar ilmu yang tak terlawan, penjelas kerumitan-kerumitannya tanpa tertandingi, penyingkap hakikat-hakikatnya dengan pandangan yang tepat....”59

Asy-Syablanji berkata: “keutamaan beliau banyak sekali. Kemudian ia menyebutkan kisah yang terjadi ketika Imam al-‘Askari masih kecil dengan seorang sufi yang bernama Buhlul.”60

Kisah Imam al-‘Askari dengan Buhlul

Asy-Syablanji dan Ibnu Hajar menyebutkan kisah tersebut sebagai berikut:
Pada suatu ketika, Buhlul melihat Imam -ketika itu masih kanak-kanak- sedang menangis sementara anak-anak lainnya bermain, lalu Buhlul mengira bahwa beliau menangis karena sedih tidak memiliki mainan yang ada pada mereka, maka Buhlul berkata kepada beliau: “Maukah kamu saya belikan mainan yang dapat kamu pakai bermain?” Maka Imam menjawab: “Hai Anda, yang sedikit akalnya, kita tidak diciptakan untuk bermain-main. “Buhlul bertanya: “Lalu untuk apa kita diciptakan?” Beliau menjawab: “untuk ilmu dan ibadah.” Ia betanya kembali: “dari manakah kamu mengatakan itu?” Imam menjawab: “Dari firman Allah;
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. al-Mu’minun; 115 )
Kemudian Buhlul meminta agar dinasehati, maka beliau menasehati dengan bait-bait syair kemudian beliau jatuh pingsan, lalu ketika sadar atau siuman, Buhlul berkata: “Apa sebenarnya yang sedang menimpa Anda, sedangkan Anda masih kecil, tiada dosa atasmu?” Beliau menjawab: “Menyingkirlah dariku wahai Buhlul! Sesungguhnya aku menyaksikan ibuku menyalakan api dengan kayu besar maka ia tidak menyala kecuali dengan kayu kecil, maka saya takut menjadi kayu neraka Jahannam yang kecil.” 61

Ketika Imam al-‘Askari a s dipenjarakan oleh Khalifah zamannya, datanglah beberapa orang dan keluarga Bani Abbas memerintah kepada Saleh bin Washif—penjaga rumah tahanan—agar mengintimidasi dan memperkejam perlakuannya, Saleh menjawab: ”Apa yang harus saya perbuat, saya telah perintahkan dua orang yang paling jahat yang aku kenal, tapi keduanya malah menjadi orang saleh yang senatiasa beribadah; menegakkan salat, berpuasa. “Kemudian ia meminta agar keduanya dihadirkan, lalu ia berkata kepada mereka: “Celakalah kalian, ada apa kalian dengannya?” Mereka berdua menjawab: “Apa yang hendak kami katakan tentang seseorang yang siangnya berpuasa dan malamnya berdiri menegakkan shalat, tidak berbicara dan sibuk selain dengan ibadah, jika kita melihatnya kita gemetar dan terserang rasa haibah sehingga kita tidak mampu menguasai diri kami.” 62

Berita Wafat Imam Hasan al-‘Askari

Asy-Syablanji berkata: “Dalam al-Fushul al-Muhimmah disebutkan: ‘Ketika berita wafat beliau tersebar gemparlah kota Samurra’ dan terjadilah jeritan serempak, pasar-pasar libur, toko-toko tutup, keluarga besar Bani Hasyim, para pejabat dan seluruh manusia pergi melayat jenazah beliau, Kota Samurra’ hari itu seakan kiamat.’”63

(bersambung)

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as) 2

Imam Keenam: Imam Ja’far ash-Shadiq a s

Ayah: Imam Muhammad al-Baqir a s.
Ibu: Fatimah—putri—al-Qasim bin Muhammad putra Abu Bakar.
Tempat dan tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sepuluh bulan Rabiulawal tahun 83 H.
Wafat: Di Madinah pada tanggal dua puluh lima bulan Syawal tahun 148 H dalam usia 65 tahun dan ada yang mengatakan dalam usia 68 tahun akibat diracun dan meninggalkan enam orang putra dan satu anak perempuan.
Beliau dikebumikan di pemakaman al-Baqi’.

Sekelumit Tentang Keutamaan Imam Ja’far ash-Shadiq a s

Ibnu Hajar berkata: "Dan manusia telah menukil dari beliau berbagai ilmu dan nama harum beliau tersebar di seantero negeri, para ulama besar seperti Yahya bin Sa’id, Ibnu Juraij, Malik, Sufyan bin Uyainah, ats-Tsauri, Abu Hanifah, Syu'bah, dan as-Sakhtiyani meriwayatkan hadis dari beliau. 19

Abu Hanifah mengatakan kalau bukan karena dua tahun ia belajar dari Imam Ja`far niscaya ia binasa:

“Kalau bukan karena dua tahun pasti binasalah Nu'man (Abu Hanifah).”
Kesaksian Para Ulama
Selain apa yang disampaikan oleh Abu Hanifah dan Ibnu Hajar, kita akan menemukan banyak kesaksian para Ulama akan keagungan kepribadian dan keilmuan Imam Ja`far ash-Shadiq a s.
Khalifah al-Manshur berkata: “Sesungguhnya Ja’far adalah dari mereka yang dimaksud Allah dalam firman-Nya:
Kemudian Kami wariskan al-Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,..." (QS. Fathir: 32)
Ia termasuk dari mereka yang dipilih Allah dan orang-orang yang bercepat-cepat kepada kebaikan.20
Imam Malik bin Anas berkata: “Ja’far bin Muhammad, aku selalu mendatanginya dalam waktu yang sangat panjang, dan aku tidak menemuinya kecuali dalam salah satu dari tiga keadaan; menunaikan salat atau berpuasa atau membaca al-Qur’an.”21
Ia juga berkata: “Mata tiada akan pernah memandang, telinga tiada akan mendengar dan tiada akan pernah terlintas dalam pikiran manusia ada seseorang yang lebih mulia dari Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq dalam ilmu, ibadah, dan wara’ (kehati-hatian dalam beragama).”
Amr bin Migdam berkata: “Aku apabila memandang Ja’far bin Muhammad, aku yakin bahwa beliau adalah dari keturunan para Nabi.”22
Asy-Syahrastani berkata: “Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, ia memiliki ilmu yang melimpah, aturan (hidup) yang sempurna dalam hikmah dan kezuhudan terhadap dunia dan wara’ yang sempurna dari syahwat, beliau tinggal dalam waktu yang lama dikota Madinah memberi pengajaran (pendidikan) kepada para pengikutnya dan menuangkan kepada para pendukung (kepemimpinannya) rahasia-rahasia ilmu-ilmu.”23
Al-Jahidh berkata: “Ja’far bin Muhammad, yang telah memenuhi dunia dengan pengetahuan dan fiqihnya, dikatakan bahwa Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri termasuk murid beliau, dan itu sudah cukup sebagai bukti kebesarannya.”24

Ibnu Khallikan berkata tentang Imam Ja’far: “Beliau dari tokoh ahlulbait, digelari ash-Shadiq kareka kejujuran ucapannya, keagungannya lebih masyhur untuk disebut-sebut, beliau memiliki teori tentang kimia,... dan Abu Musa Jabir bin Hayyan ath-Thusi adalah murid beliau, ia menulis buku sebesar seribu halaman yang memuat risalah-risalah (karangan) Ja`far ash-Shadiq, ia adalah lima ratus risalah.”25

Kamaluddin Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'i berkata: “Ja’far bin Muhammad, beliau termasuk Ulama dan pembesar ahlulbait, memiliki ilmu yang banyak, ibadah yang berlimpah, wirid yang bersambung, kezuhudan yang nyata, bacaan (Al-Qur'an) yang banyak, beliau menelusuri makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan permata-permata dari lautannya dan menyimpulkan keajaiban-keajaibannya. Beliau membagi waktu-waktu beliau dengan berbagai ketaatan dan mengintrospeksi diri atasnya, memandang wajah beliau mengingatkan akan akhirat, mendengar ucapan beliau menjadikan zuhud kepada dunia, mengikuti petunjuk beliau menyebabkan masuk surga, cahaya wajah beliau saksi bahwa beliau dari keturunan kenabian, dan kesucian tindakan beliau bukti bahwa beliau dari keluarga kerasulan, para ulama seperti Yahya bin Sa`id al-Anshari....menukil hadis dan mengambil ilmu dari beliau dan mereka menganggapnya sebuah kemuliaan bagi mereka.26

Dalam Tadzkirah al-Huffadz27 disebutkan dari Salih bin Abil Aswad ia berkata: “Aku mendengar Ja’far bin Muhammad berkata: ‘Tanyalah kepadaku sebelum kalian kehilangan aku, karena tidak ada yang menyampaikan hadis sepeninggalku seperti hadisku.”
Syeikh al-Mufid berkata: “Dan para ahli hadis telah mendata nama-nama para perawi yang menukil dari beliau, dari berbagai golongan dan madzhab, maka jumlah mereka mencapai empat ribu murid.”28
Hasan bin Ali al-Wasysya’ berkata: “Saya menemui di masjid ini (kota Kufah) sembilan ratus syeikh semuanya berkata; ‘Ja’far bin Muhammad menyampaikan hadis kepadaku....’”29

Imam Ketujuh: Imam Musa al-Kadzim a s

Ayah: Imam Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq as.
Ibu: Hamidah al-Mushaffah.
Tempat atau tanggal lahir: Abwaa' (sebuah desa antara kota Mekah dan Madinah) pada tanggal tujuh bulan Shafar tahun 128 H.
Wafat: Baghadad pada tanggal 25 bulan Rajab tahun 183 H. dalam usia lima puluh lima tahun dan meninggakan tiga puluh tujuh anak.
Beliau dikebumikan di kota al-Kadzimiyah sebelah barat kota Baghdad di pemakaman Quraisy.

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Musa al-Kadzim a s

Ibnu Hajar berkata: "Musa al-Kadzim beliau adalah pewaris ayahnya dalam ilmu, makrifat, kesempurnaan dan keagungan, beliau digelari al-Kadzim karena banyak memaafkan kesalahan orang dan sabar. Beliau dikenal di kalangan penduduk Irak sebagai pintu pemenuhan hajat di sisi Allah SWT. Beliau paling abid (tekun beribadah), paling alim (pandai) dan paling dermawan di antara ahli zamannya."

Adz-Dzahabiberkata: “(Beliau) Abu al-Hasan al-Alawiy adalah imam, teladan, Imam Ali bin Musa ar-Ridha, warga Madinah yang tinggal di kota Bahgdad." 30
Dalam Mizan al-I'tidaal, ia berkata: “Musa adalah paling bijaknya orang bijak (hukama') dan paling takwanya hamba Allah.”31

Al-Khathib al-Bahgdadi berkata: “Musa dijuluki hamba saleh dikarenakan kesungguhannya dalam beribadah.... Beliau sangat dermawan, pada suatu hari sampai kepada beliau dari seseorang bahwa ia menyakitinya, lalu beliau mengirimkan kepadanya satu kantong uang berisikan seribu dinar (uang emas)....”
Beliau menetap di kota Madinah lalu dipaksa pindah oleh al-Mandi (salah seorang Khalifah dinasti Abasiyah) ke kota Bahgdad, lalu ia (al-Mandi) bermimpi melihat Ali bin Abi Thalib r a sambil membaca ayat: Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan berhuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muhammad: 22) maka ia membebaskan beliau.32 Kemudian beliau menetap di kota Madinah sampai zaman Harun ar-Rasyid, maka ketika Harun ar-Rasyid dalam perjalanan pulang dari umrah di bulan Ramadhan tahun 179 H, ia membawa Musa bersamanya ke Baghdad dan memenjarakannya hingga wafat di dalam penjara.33

Ibnu Hajar dalam Shawa'iq-nya menyebutkan sebab pemenjaraan tersebut, ia berkata: Dan ketika beliau bertemu dengan Harun arRasyid di hadapan kuburan Rasulullah Saww, Rasyid berkata: “Salam atasmu wahai anak paman”34 ucapan itu didengar oleh orang-orang di sekitarnya, maka al-Kadzim mengucapkan salam kepada Rasulullah saww dengan mengucapkan: “Salam atas Anda wahai ayah “ucapan itu tidak sanggup didengar oleh Rasyid, dan menjadikan sebab penangkapan beliau dan dibawa ke Bahgdad kemudian memenjarakannya, dan beliau. tidak keluar dari penjara kecuali dalam keadaan mayyit dan terikat, beliau dikebumikan di barat kota Baghdad. 35

Ibnu Shabbagh al-Maliki berkata: "sekelompok ulama berkata; ‘al-Kadzim adalah imam yang besar kedudukannya, tunggal (tiada tandingan) hujjah dan tokoh, yang menghidupkan malamnya dengan beribadah dan siangnya dengan berpuasa, beliau di juluki al-Kadzim karena sangat sabar dan pemaaf. Beliau dikenal di kalangan penduduk kota Baghdad dengan julukan pintu penyampaian hajat kepada Allah karena selalu menyelesaikan kebutuhan kaum Muslimin....’” Beliau, Musa al-Kadzim paling tekunnya ahli zamannya dalam ibadah, paling pandai, paling dermawan, dan paling mulia. 36

Imam Kedelapan: Imam All ar-Ridha a s

Ayah: Imam Musa al-Kadzim a s.
Ibu: Ummu al-Banin bernama Najmah dan ada yang mengatakan nama ibu beliau adalah Takattum.
Tempat atau tanggal. lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sebelas bulan Zulkaidah tahun 148 H.
Wafat: Kota Thuus, Khurasan, Iran (kota Masyhad sekarang) pada tanggal tujuh belas bulan Shafar tahun 203 H dalam usia 55 tahun dan meninggalkan lima putra dan satu putri.
Beliau dikebumi.kan di kota Thuus (Khurasan-Masyhad).

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Ali ar-Ridha a s

Ketika menyebut purta-putra Imam al-Kadzim a s lbnu Hajar berkata: “Di antara mereka adalah Ali ar-Ridha, beliau adalah paling tersohor beritanya dan paling agung kemuliaanya.”37
Dalam Tandzib at-Tandzib 38 disebutkan; ar- Ridha adalah salah seorang ahli ilmu dan pemilik keutamaan di samping keagungan nasab (keturunan).
Adz-Dzahabi berkata: "Al-Imam as-Sayyid Abu al-Hasan Ali arRidha....beliau adalah ahli ilmu, pemegang teguh agama dan pemilik keagungan dalam kepribadian yang luar biasa, beliau telah berfatwa dalam usia muda di masa hidup Imam Malik..”39
Dalam kesempatan lain ia mengatakan: “Ali ar-Ridha adalah sangat agung, layak sebagai Khalifah....”40
Ibrahim bin Abbas al-Adib berkata: “Aku tidak pernah menyaksikan ar-Ridha ditanya tentang sesuatu apapun kecuali beliau mengetahuinya. Aku tidak menyaksikan seseorang yang lebih pandai darinya tentang apa yang ada di masa lampau sampai zamannya, (Khalifah) al-Makmun mengujinya dengan pertanyaan maka beliau menjawabnya dengan jawaban yang memuaskan. Beliau sedikit tidur banyak berpuasa....banyak kebaikannya dan bersedekah terutama dimalam-malam gelap gulita.”

Raja’ bin Abi adh-Dahhak—yang ditugasi oleh Makmun untuk mengawal Imam ar-Ridha a s dalam perjalanan dari Madinah hingga Khurasan, ibu kota pemerintahan Makmun—menceritakan keagungan Imam Ridha as: “Demi Allah, saya tidak pernah melihat seseorang yang lebih takwa kepada Allah, lebih banyak berzikir dalam setiap waktunya dan lebih takut kepada Allah Azza wa Jalla darinya. Beliau tidak singgah di sebuah kota kecuali dituju oleh manusia menanyakan tentang ajaran agama mereka maka beliau menjawab pertanyaan mereka dan menyampaikan banyak hadis dari ayah-ayah beliau dari Ali dari Rasulullah saww. Dan ketika saya sampai dan menjumpai al-Makmun, beliau bertanya kepadaku tentang keadaannya (ar-Ridha), saya beritahukan kepadanya apa yang saya saksikan di malam dan siangnya.... Maka al-Makmun berkata: ‘Benar wahai Ibnu Abi adh-Dhahhak, ia adalah sebaik-baik penduduk bumi, paling pandai, dan paling tekun beribadah.’”41

Hadis Silsilah adz-Dzahab

Sejarah mencatat betapa dikenalnya Imam Ali ar-Ridha a s dan dielu-elukan oleh umat kakek beliau saww, hal itu terlihat dalam perjalanan beliau menuju kota Khurasan, ketika beliau melewati kota Naisyabur—kota ilmu dewasa itu. Di sebutkan dalam Tarikh Naisyabur, sebagaimana dikutip Ibnu Shabbagh al-Maliki dalam alFushul al-Muhimmah; Sesungguhnya Imam ketika memasuki kota Naisyabur dalam perjalan beliau ke Maru (Khurasan), beliau berada di sebuah qubah tertutup menunggang kuda hitam, maka dua imam dan hafidz hadis-hadis Nabi saww yang tekun memburu hadis; Abu Zar’ah ar-Razi dan Muhammad bin Aslam ath-Thusi bersama banyak pelajar dan ulama hadis, mereka berdua berkata: “Wahai tuan yang mulia dan putra para imam, demi hak ayah-ayah Anda yang suci dan sesepuh Anda yang mulia, kami memohon agar Anda berkenan menampakkan wajah mulia nan penuh berkah Anda dan riwayatkan untuk kami hadis dan ayah-ayah Anda dari Rasulullah saww yang kami dapat selalu mengingat Anda dengannya.”

Maka beliau memberhentikan kendaraan beliau dan memerintahkan para pembantu agar membuka tirai dan qubah itu dan beliau menggembirakan mereka dengan memperlihatkan wajah beliau yang penuh berkah dan mereka semuanya berdiri sesuai dengan kedudukan masing-masing memandang beliau, di antara mereka ada yang menjerit, menangis, dan ada yang bergulung-gulung di tanah, ada yang menciumi kaki kuda beliau, suarapun menjadi ramai maka para ulama dan fuqaha meminta mereka tenang;

“Wahai manusia dengarkan dan perhatikan sesuatu yang bermanfaat bagi kalian, dan jangan ganggu kami dengan suara tangis dan jeritan histeris kalian,” lalu Imam Ali ar-Ridha menyampaikan hadis, beliau berkata; “Ayahku Musa al-Kadzim mengabarkan kepadaku dan ayah beliau Ja’far ash-Shadiq dan ayah beliau Muhammad al-Baqir dari ayah beliau Ali Zainal Abidin dan ayah beliau Husain Syahid di tanah Karbala dan ayah beliau Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya beliau berkata; ‘kekasih dan kecintaanku Rasulullah saww mengabarkan kepadaku, beliau bersabda; mengabarkan kepadaku, ia berkata; ‘Aku mendengar Tuhan pemilik kemuliaan Allah SWT berfirman:
"Kalimat "lailaha illallah" (tiada Tuhan selain Allah) adalah benteng-Ku maka barang siapa mengucapkannya ia masuk ke bentengKu dan barang siapa masuk ke benteng-Ku ia aman dari siksa-Ku."

Kemudian beliau menutup kembali tirai tersebut dan melanjutkan perjalanan....maka para ulama dan ahli tulis menghitung mereka yang mencatat, jumlah mereka dua puluh ribu orang.’” 42
Imam Ahmad bin Hambal berkata: Andai nama-nama suci dalam sanad hadis itu dibacakan atas orang gila pasti ia akan sembuh.43
Abu Nu'aim berkata setelah meriwayatkan hadis di atas: Ini adalah hadis yang masyhur dengan sanad (jalur) tersebut dari riwayat orang-orang suci dari ayah-ayah mereka yang suci, dan sebagian salaf kami (Ahmad —maksudnya) mengatakan ketika ia meriwayatkan dengan sanad itu: Ini adalah sanad jika dibacakan atas seseorang yang gila pasti ia akan sembuh.44

Imam Kesembilan: Imam Muhammad al-Jawad a s

Ayah: Imam Ali ar-Ridha a s.
Ibu: Sabikah dari keluarga Mariyah al-Qibthiyah salah seorang istri Nabi Muhammad saww.
Tempat atau tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal sepuluh bulan Rajab tahun 195H.
Wafat: Baghdad pada awal bulan Zulkaidah dan ada yang mengatakan tanggal lima bulan Zulhijah tahun 220 H dalam usia 25 tahun dan dikebumikan dipemakaman Quraisy di kota Kadzimiyah.

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Jawad as

Ibnu Hajar berkata: “Imam Ali ar-Ridha wafat meninggalkan lima orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang paling mulia adalah Muhammad al-Jawad, akan tetapi beliau tidak panjang usianya.”45
Sibthu Ibn al-Jauzi berkata: “Beliau sesuai dengan jalan hidup ayah beliau dalam keilmuan, ketakwaan, kezuhudan, dan kedermawanan."46
Ibnu Thalhah asy-Syafi'i: Dia adalah Abu Ja’far ats-Tsani (kedua)47 ....Beliau walau masih kecil usianya namun agung kemutamaannya, tinggi sebutannya. Yang memikul imamah sepeninggal Ali bin Musa ar-Ridha adalah putra beliau; Abu Ja’far al-Jawad berdasarkan penunjukan dari ayah beliau, seperti dikhabarkan sekelompok tokoh yang terpercaya dan adil, demikian dikutip oleh Ibnu Shabbagh al-Maliki.48
Mahmud bin Wahab al-Baghdadi al-Hanafi berkata: "Muhammad al-Jawad bin Ali ar-Ridha, kunyahnya adalah Abu Ja’far beliau pewaris ilmu dan kemuliaan ayah beliau dan paling mulia kedudukan dan kesempurnaannya di antara saudara-saudaranya."49

Ibnu Hajar dan asy-Syablanji juga menyebutkan bahwa beliau menjawab seluruh pertanyaan yang dipersiapkan oleh Yahya bin Aktsun di hadapan Khalifah al-Ma’mun dan para Ulama atas perintah sekelompok orang dari Bani Abbas dengan tujuan memojokkan Imam al-Jawad a s dan bagaimana ketidakmampuan Yahya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Imam al-Jawad a s kepadanya, sehingga ia malu dan pucat, kemudiam Ma’mun berkata: Sesungguhnya anggota keluarga rumah itu telah di beri keistimewaan dengan apa yang kalian telah saksikan yang tidak dimiliki oleh yang lainnya, dan sesungguhnya muda usia pada mereka tidaklah menjadi penghalang dari kesempurnaan ....50

(bersambung)

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as) 1

Bismihi ta'ala

Tulisan ini adalah kiriman dari seorang kawan, sebut saja namanya Muhammad. Saya tidak tahu jatidiri penulis yang sebenarnya, jadi untuk sementara saya nisbatkan kepada kawan saya itu. Tapi -saya yakin- siapapun nama penulisnya, dia adalah "Muhammad".

Ulama Sunni Bicara tentang 12 Imam Ahlul Bayt (as)

Telah lewat disebutkan bahwa Nabi saww telah memberi berita gembira akan kedatangan dua belas imam dan khalifah yang akan memimpin umat Islam, dan telah kita saksikan pula bagaimana kerancuan penafsiran ulama Ahlusunah tentangnya.

Dari sekian banyak tafsiran terhadap hadis-hadis tentang adanya dua belas imam yang jumlahnya sangat banyak dan sahih itu hanya tafsiran pengikut ahlulbait-lah yang sesuai dan tepat, sebab:

Pertama: Hanya tafsiran Syiah yang sesuai dalam jumlah sebagaimana yang disebut dalam hadis-hadis tersebut.
Kedua: Adanya kesinambungan dan kebersambungan mata rantai kepemimpinan, sementara dalam tafsiran-tafsiran lain kita melihat adanya keterputusan atau bahkan pemaksaan.
Ketiga: Kelayakan dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh nama-nama yang disebutkan dalam penafsiran lain.
Kempat: Tafsiran Syiah didukung oleh riwayat-riwayat lain yang menyebut nama-nama mereka satu persatu.

Dan yang juga perlu kita ketahui bersama bahwa para imam ahlulbait a s adalah pribadi-pribadi yang telah dikenal dan diakui keunggulan dan kelebihannya baik oleh mereka yang simpatik dan mengakui keimamahan mereka maupun oleh lawan dan mereka yang tidak mengakui imamah mereka. Para imam ahlulbait a s bukan pribadi-pribadi yang asing di kalangan masyarakat Islam umumnya dan kalangan ulama khususnya.
Kesaksian ulama Islam dari berbagai mazhab dan aliran adalah bukti nyata kelebihan dan imamah mereka.

Di bawah ini kami sebutkan data ringkas para Imam suci AhlulBait as. 1

Imam Pertama: Ali bin Abi Thalib as

Ayah: Abu Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Ibu: Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf.
Tempat atau tanggal lahir: Mekah al-Mukarramah (di dalam Ka'bah) pada hari Jumat tanggal tiga belas bulan Rajab, tiga puluh tahun sebelum kenabian.
Wafat: Beliau syahid dikota Kufah pada tanggal dua puluh satu bulan Ramadhan tahun empat puluh H. dalam usia enam puluh tiga tahun setelah dipukul dengan pedang oleh Abdurrahman bin Muljam dan dikebumikan di Kufah.

Sekelumit Tentang Keutamaan Imam Ali a s

Para Ulama menegaskan bahwa tiada seorang dari sahabat Nabi saww yang memiliki keutamaan yang disebut dalam hadis-hadis Nabi saww yang sahih lebih dari Ali a s.
Dalam kesempatan ini saya tidak bermaksud menyebut hadis-hadis tentang keutamaan beliau, sebab hal itu membutuhkan berjilid-jilid kitab, namun saya hanya bermaksud menyebut sekelumit keutamaan yang masyhur yang telah disebut dalam hadis-hadis Nabi saww.
Imam Ali as adalah pribadi pertama yang beriman dan memeluk Islam setelah istri Nabi saww Khadijah as. Kedudukan beliau di sisi Nabi saww bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa as bahkan beliau adalah bagaikan jiwa Nabi sendiri seperti ditegaskan dalam ayat al-Mubahalah.
Imam Ali adalah Wali setiap mukmin dan mukminah sepeninggal Nabi saww.
Beliau adalah Washi dan Khalifah Nabi Muhammad saww, pewaris dan pengemban amanat Risalah.
Beliau adalah ash-Shiddiq al-Akbar dan Faruq yang memilah antara hak dan batil, kecintaan kepadanya adalah tanda keimanan dan kebencian kepadanya adalah bukti kemunafikan, membencinya berarti membenci Allah dan Rasul-Nya, mencacinya berarti mencaci Allah dan Rasul-Nya dan memeranginya berarti memerangi Allah dan Rasul-Nya.
Ali bersama Al-Qur’an dan Al-Qur’an bersama Ali
Pribadi agung yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai Allah dan Rasul-Nya.
Sahabat Nabi saww terpandai dan pintu kota ilmu Nabi saww penjelas apa yang diperselisihkan oleh umat sepeninggal Nabi saww.
Pribadi yang paling berjasa dalam menegakkan agama Islam dan pembelaannya dalam berbagai pertempuran melawan kekafiran tidak dapat dipungkiri; di Badr, Uhud, Khaibar, Hunain dan lain sebagainya.

Di bawah ini kami kemukakan kemampuan Imam Ali a.s. sebagaimana yang dikuatkan oleh nash-nash hadis yang sahih.

Rasulullah saww. berkata, "Perumpamaan Ali bagi kamu sekalian adalah ibarat Ka’bah….”
(Jalaluddin Al-Suyuthi, Tarikh Al-Khulafa’, jilid I, halaman 96; Ibnu ‘Asakir dari hadis Abu Bakar, Utsman, Aisyah, dll. Hadis ini di-takhrij pula oleh Al-Kanaji dalam Al-Kifayah, dan Al-Khawarizmi dalam Al-Manaqib.

Apabila Ka'bah bisa menyatukan kiblat umat saat mereka menghadap kepada Allah SWT dalam shalat atau ketika menunaikan rukun-rukun haji dan ‘umrah, maka demikian pulalah yang dilakukan oleh Ali dan ajarannya yang diambil oleh banyak orang di Dunia Islam.

Imam Ali adalah jalan lurus (Shirath A I-Mustaqim), yang darinya umat menimba ilmu Ilahi dan pengetahuan dalam menentukan syariat sesudah Rasulullah saww., tanpa ada orang lain yang memilikinya.

Rasulullah saww. mengatakan, "Ali adalah pintu ilmuku dan penjelas bagi umatku sesudahku, tentang agama yang untuk itu aku diutus. Mencintainya adalah iman, dan membencinya adalah kemunafikan." (Hadis ini di-takhrij oleh Abu Na'im dalam Hilyat Al-Auliya’, dan diriwayatkan oleh Al-Dailami dalam Firdaus Al-Akhbar; AI-Hamawaini dalam AlFara’id, dll.)

Rasulullah Saaw. mengatakan pula, "Aku adalah gudang ilmu, sedangkan Ali adalah pintunya.... " (Hadis ini di-takhrij oleh Ahmad bin Hanbal, dan Al-Tirmidzi dalam jami’ Al-Shahih-nya. Dikutip dari Muhammad Al-Ghumari, Fath AI-Muluk Al’Aliy bi Shihhat bob Madinat Al’ilm 'Ali, cetakan kedua, 1969).
Ali persis Rasulullah saww. dalam menegakkan keadilan di tengah manusia. Telapak tangannya sama dengan telapak tangan beliau. Rasulullah saww. mengatakan, “Wahai Abu Bakar, tanganku dan tangan Ali, dalam menegakkan keadilan, adalah sama.” (Hadis ini di-takhrij oleh Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’; Ibnu 'Asakir dalam Tarikh Al-Kabir-nya, dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Manaqib-nya. Dikutip dari Maqam Amir Al-Mu’minin, halaman 12.)

Rasulullah mengatakan bahwa Ali a.s. adalah sama dengan diri beliau. Ahmad bin Hanbal, dalam Musnad-nya, meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Khanthab, katanya, “Rasulullah saww. berkata kepada utusan Bani Tsaqif ketika menghadap kepada beliau, 'Anda boleh memilih, menyerah atau saya akan kirim seorang laki-laki yang seperti aku untuk memerangi Anda sekalian, menawan anak-isteri Anda, dan merampas harta Anda (kemudian beliau berpaling kepada Ali, lalu memegang tangannya), lalu berkata, ’inilah orang yang saya katakan itu. Inilah orang yang saya katakan itu. (Hadis ini di-takhrij oleh Ibnu Hanbal dalam Al-Manaqib, dan Abu Na’im dalam Hilyat; Al-Tirmidzi, dll)

Imam Ali a.s. adalah orang yang paling tahu secara lengkap masalah-masalah hukum sesudah Rasulullah saww. Anas bin Malik mengatakan, “Rasulullah saww. berkata, “Yang paling tahu tentang hukum di antara umatku, adalah Ali” (Lihat Al-Riyadh .A1-Nadhrah,jilid II, hal. 198. Juga Al-Kanaji Al Syafi’i, Al-Kifayah; Ibn Al-Shabagh Al-Maliki, Al-Fushul Al-Muhimmah, dan Al-Baladzuri, Ansab Al-Asyraf. Dikutip melalui Maqam Amir AlMu'minin, hal 32.)

Hadis tersebut di atas mengisyaratkan bahwa, Imam Ali a.s. adalah orang yang paling cakap dalam mengurus persoalan umat dan memutuskan persengketaan mereka ketimbang orang lain.

Rasulullah saww. berkata, “Ali bersama kebenaran (haq), dan kebenaran (haq) bersama Ali. Keduanya tidak akan berpisah hingga dikembalikan ke telaga (Al-Haudh) di hari Kiamat.” (Al-Khatib Al-Baghdadi, Tarikh Al-Kabir, jilid IV, hal. 321; Ibnu Qutaibah, Al-Imamah wa Al-Siyasah; Ibn Sa’ad, Kunz Al-'Ummal; Al-Zamakhsyari, Rabi’ Al-Abrar; Al-Hamawaini, Al-Farald, dll. Dikutip dari 'Ali wa Al-Washiyyah, hal. 113.)


Sepanjang Imam Ali a.s. adalah pemelihara kebenaran yang dengan itu Allah SWT memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya, maka keduanya (Ali dan kebenaran) tidak bisa dipisahkan. Rasulullah Saaw. mengajak umatnya untuk mengikuti manhaj-nya dan berpijak secara teguh pada langkahnya agar selamat dari kesesatan dan tidak mengikuti jalan-jalan lainnya, sehingga menyimpang dari jalan Allah SWT. Rasulullah saww. mengatakan, “Akan muncul sesudahku fitnah. Kalau masa itu sudah tiba, maka ikutilah Ali bin Abi Thalib. Sebab, dia adalah orang pertama yang melihatku dan bertemu denganku di hari Kiamat. Dia merupakan bagian dari diriku di langit yang tinggi, dan dia adalah pembeda yang haq dari yang bathil.” (Lihat Al-Kanaji AI-Syafi'i, Al-Kifayah, dan Al-Hafizh dalam 'Amali-nya, dll. Untuk referensi lebih jauh, baca Najmuddin Al-Askari, ‘Ali wa Al-Washiyyah, hal. 167.)

Adapun tentang keimanan Imam Ali a.s. Rasulullah saww. mengatakan, “Kalau seandainya langit dan bumi ini merupakan dua tempat yang berada di satu tangan, dan keimanan Ali berada di tangan yang lain, niscaya (timbangan) iman Ali lebih berat (daripada langit dan bumi).” (Hadis ini di-takhrij oleh Al-Dailami dari Ibnu ‘Umar. Lihat Kanz Al-Ummal, jilid VI, hal. 156, dan Riyadh Al-Nadhrah, jilid II, hal. 226. di-takhrij dari Umar ibn Al-Khaththab. Dinukil dari Maqam Amir Al- Mu’minin hal. 15.)
Itulah beberapa keistimewaan Imam All a.s. sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saww.

Dan selain yang kami sebut masih banyak keutamaan lain yang dapat Anda jumpai dalam kitab-kitab ulama Islam yang berbicara tentang keutamaan Imam Ali a s.
Imam Ahmad dalam Musnad-nya, ia banyak meriwayatkan hadis-hadis tentang Ahlul-Bait dan keutamaan Ali bin Abi Thalib a s. Abdullah, putra Imam Ahmad, pernah berkata: Aku mendengar ayahku berkata: “Tidak ada seorang pun di antara para Sahabat yang memiliki fadha’il (keutamaan) dengan sanad-sanadnya yang shahih seperti Ali bin Abi Thalib.”

Menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat paling utama adalah keyakinan Syi’ah. Begitu anggapan umum waktu itu. Orang membuktikan ke-Syi’ahan seseorang dengan menanyakan siapa yang paling utama di antara para sahabat. Ahlus-Sunnah akan menyebut dengan urutan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan seterusnya. Sedangkan Syi’ah akan memulai urutan sahabat itu dari Ali. Pada suatu kali, Abdullah bin Ahmad bin Hambal menanyai ayahnya, “Bagaimana pendapat Anda tentang tafdhil (urutan keutamaan) sahabat?” Ahmad bin Hambal menjawab, “Dalam- khilafah: Abu Bakar, Umar, Utsman.”
“Lalu bagaimana dengan Ali?” tanya Abdullah.
“Wahai anakku,”• kata Ahmad bin Hambal, “Ali bin Abi Thalib termasuk ahlul-bait dan orang tidak dapat diperbandingkan dengan mereka!”

Pada kali yang lain, serombongan orang datang menyelidik, “Hai Abu Abdullah, bagaimana pendapat Anda tentang hadis -Ali pembagi neraka?”
Ahmad :Lalu apa yang kalian tolak? Bukankah Nabi s.a.w. pernah berkata kepada “Tidak mencintaimu kecuali mukmin, dan tidak membencimu kecuali munafik.”
Orang-orang :Betul (nabi berkata begitu).
Ahmad :Di mana orang mukmin menetap?
Orang-orang :Di surga.
Ahmad :Di mana orang munafik menetap?
Orang-orang :Di neraka.
Ahmad :Kalau begitu, Ali adalah pembagi neraka.

Pernyataan-pernyataan Imam Ahmad inilah yang memperkuat tuduhan Syi’ah kepadanya. Bukankah Syi’ah adalah mazhab yang mengikuti ahlul-bait - dengan Ali sebagai rujukannya. Lagi pula Ahmad bin Hambal banyak meriwayatkan hadis dari perawi-perawi yang bermazhab Syi’ah. Salah seorang gurunya yang dihormatinya adalah Abdurrahman bin Shalih, seorang Syi’ah. Ahmad bin Hambal diperingatkan untuk tidak bergaul dengannya. Tetapi ia membentak, “Subhanallah, kepada orang yang mencintai keluarga suci Nabi kita berkata - jangan mencintainya? Abdurrahman bin Shalih adalah tsiqat (orang yang dapat dipercaya).”

Tuduhan Syi’ah terhadap Ahmad bin Hambal ini untungnya tidak berakibat parah. Rumahnya digeledah dan ditinggalkan Ahmad bin Hambal tetap mengajar seperti biasa. Lain dengan Imam Syafi'i. Beliau beserta tiga ratus orang Quraisy diseret dalam keadaan terbelenggu dari Yaman (menurut suatu riwayat, dari Makkah) ke Baghdad. Mereka dihadapkan kepada Khalifah Harun Al-Rasyid. Seorang demi seorang dipancung di depan Khalifah. Imam Syafi’i selamat, setelah ia mengucapkan salam kepada Harun Al-Rasyid. Ia sempat menasihati raja dan membuatnya menangis. Begitu, kata sahibul-hikayat. Kita tidak tahu apa yang sebetulnya terjadi, karena riwayat mihnah Imam Syafi’i ini bermacam-macam. Yang disepakati ialah kenyataan bahwa salah satu tuduhan kepada Imam Syafi’i ialah bahwa ia Syi’ah.

Imam Kedua: Imam Hasan bin Ali as

Ayah : Imam Ali a s.
Ibu: Fatimah az-Zahra' putri Rasulullah saww.
Tempat atau tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada malam pertengahan bulan Ramadhan tahun dua H.
Wafat: Di Madinah pada tanggal tujuh bulan Shafar tahun 50 H dalam usia 48 tahun dan dikebumikan di pemakaman al-Baqi’ Madinah.

Imam Ketiga: Imam Husain a s

Ayah: Ali bin Abi Thalib a s.
Ibu: Fatimah az-Zahra' putri Rasulullah saww.
Tempat atau tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal tiga bulan Ramadhan tahun ketiga H.
Syahadah: beliau syahid di padang Karbala pada tanggal sepuluh bulan Muharram dalam usia lima puluh delapan tahun dan dikebumikan di Karbala.

Sekilas Tentang Keutamaan Imam Hasan dan Imam Husain a s

Beliau berdua adalah penghulu penghuni surga, paling dicintai Rasulullah saww.
Keduanya adalah Imam, baik berkuasa ataupun tidak. Keduanya adalah sebaik-baik manusia ayah dan ibunya serta kakek dan neneknya.
Barangsiapa mengganggu Hasan dan Husain berarti ia mengganggu Nabi saww.
Ibnu Hajar dalam Shawaiq-nya menyebut beb erapa riwayat tentang keutamaan Imam Hasan dan Husain as, di bawah ini akan kami sebutkan sebagian darinya.
Nabi saww bersabda,

“Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda penghuni surga.” 2
Nabi saww bersabda,
"Sesungguhnya al-Hasan dan al-Husain adalah buah hatiku dan dunia.3
Nabi saww bersabda:
”Keduanya adalah putraku dan putra putriku. Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya maka cintailah keduanya dan cintai yang mencintai keduanya”4

Imam Keempat: Imam Ali Zainal Abidin a s 5

Ayah: Imam Husain a s.
Ibu: Syah Zinan putri Yazdarjud—raja Persia—dan ada yang mengatakan namanya: Syahr Banu.
Tempat atau tanggal lahir: Madinah al-Munawwarah pada tanggal lima bulan Syakban tahun 38 H.
Wafat: Di Madinah pada tanggal 25 bulan Muharram tahun 95 H dalam uisa 57 tahun; dua tahun di masa hidup kakek beliau Imam Ali a s sepuluh tahun bersama paman beliau Imam Hasan dan sebelas tahun di masa ayah beliau Imam Husain a s. Beliau dikebumikan di pemakaman al-Baqi’ bersama Imam Hasan a s.
Beliau meninggalkan sebelas orang anak laki-laki dan empat perempuan, Ibnu Hajar mengatakan: "Dan yang mewarisi ketekunan ibadah, ilmu dan kezuhudan adalah Abu Ja`far Muhammad al-Baqir.6
Sekilas Tentang Keutamaan Imam Ali Zainal Abidin a s

Ibnu Hajar berkata “Ia adalah pelanjut pewaris ayahnya dalam ilmu, kezuhudan, dan ibadah, beliau apabila berwudhu pucat wajah beliau dan ketika ditanya beliau menjawab: Tidakkah kalian tahu di hadapan siapakah aku hendak berdiri?”
Disebutkan dalam sejarah bahwa ketika Khalifah Hisyam bin Abdul Malik melaksanakan ibadah haji, ia berusaha untuk mencium hajar aswad namun kerumunan para jemaah haji menghalanginya dan mereka pun tidak menghiraukan kehadiran sang Khalifah, lalu ia beristirahat di puncak gunung sambil menanti berkurangnya jumlah para jemaah haji di sekitar Ka’bah. Namun tiba-tiba ia dikejutkan

oleh kehadiran seseorang yang penuh wibawa berjalan menuju hajar aswad dan kemudian orang-orang pun minggir dan memberinya jalan sehingga ia dengan mudah mencium hajar aswad. Hisyam merasa malu dan marah ketika ditanya oleh pcndukungnya: "Siapakah dia? Ia menjawab—seakan tidak mengenalnya: Aku tidak mengenalnya. Kemudian Farazdaq—seorang penyair besar di zamannyamempermalukan Hisyam dengan menjawab “Tapi saya mengenalnya,” lalu ia menggubah bait-bait syairnya yang masyhur mengungkap keutamaan putra Imam Husain a s tersebut dan keluarga besar ahlulbait a s dan ia menegaskan bahwa kepura-puraan Anda tidak mengenalnya tidak sedikitpun mengurangi keagungan dan kemuliaannya, sebab ia telah dikenal oleh semua kalangan baik kalangan Arab maupun non Arab.
Dan ketika bait-bait itu didengar oleh Hisyam ia marah dan memenjarakan Farazdaq di penjara Usfaan. 7

Kesaksian Para Ulama

Adapun kesaksian para Ulama tentang keagungan kepribadian Imam Ali Zainal Abidin adalah banyak sekali, di bawah ini akan kami sebutkan sebagian darinya.
Ibnu Sa'ad berkata tentang beliau as: Ia tsiqah terpercaya, banyak hadis (riwayat darinya), tinggi agung dan wara’. Ibnu Uyainah menukil Zuhri berkata “Aku tidak pernah menyaksikan seorang dari suku Quraisy yang lebih mulia dari Ali bin al-Husain. 8
Ibnu Uyainah juga menukil dari Zuhri bahwa ia berkata “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih faqih darinya.”
Imam Malik juga berkata “Tiada di kalangan ahlulbait Rasulullah saww seseorang seperti Ali bin al-Husain. 9
Sa`id bin al-Musayyib berkata “Aku tidak melihat seseorang yang lebih wara’ darinya.10
Nafi' bin Jubair berkata kepada beliau: “Sesungguhnya Anda adalah penghulu umat manusia dan yang paling afdhal”.11
Dan telah lewat pernyataan Ibnu Hajar bahwa Imam Zainal Abidin a s adalah yang mewarisi ayahnya dalam ilmu, kezuhudan dan ibadah.
Dan ketika berita wafat beliau sampai kepada Umar bin Abdul Aziz ia berkata: “Pergilah lentera agama, keindahan Islam dan penghias para penyembah.”12
Abu Zuharah—salah seorang ulama besar al-Azhar—berkata: “Ia, Zainul Abidin adalah seorang faqih sebagaimana beliau juga seorang muhadits, beliau memiliki kemiripan dengan kakek beliau Ali bin Abi Thalib dalam kemampuan penguasaan masalah fiqih dari perbagai sisinya dan pengembangan masalah-masalahnya.”13

Imam Kelima: Imam Muhammad al-Baqir as

Ayah: Imam Ali Zainal Abidin a s.
Ibu: Fatimah putri Imam Hasan bin Ali a s.
Tempat dan tanggal lahir: Madinah pada awal bulan Rajab tahun 57 H. tiga tahun sebelum syahadah kakeknya; Imam Husain as.
Wafat: Di Madinah pada tanggal tujuh bulan Zulqa’dah tahun 114 H setelah diracun—sebagaimana ayah beliau—dalam usia lima puluh tujuh tahun dan meninggalkan enam orang anak, yang paling afdhal dan sempurna adalah Ja`far ash-Shadiq oleh karenanya beliau adalah khalifah dan washi (pengemban wasiat) ayahnya, demikian dikatakan Ibnu Hajar.
Beliau a s dikebumikan dipemakaman al-Baqi’ dalam satu gubbah bersama Imam Hasan dan Abbas.

Sekelumit Tentang Keutamaan Imam Muhammad al-Baqir a s

Para Ulama meriwayatkan sebuah hadis dari Jabir bin Abdillah al-Anshari r a, seperti dikisahkan oleh Zubair bin Muhammad bin Muslim alMakki, ia berkata: “Kami berada di sisi Jabir bin Abdillah r a lalu Ali bin Husain datang bersama Muhammad—putra beliau, ketika itu ia masih kanak-kanak, kemudian Ali berkata kepada putra beliau; ‘Ciumlah kepala pamanmu!’ lalu Muhammad mendekat kepada Jabir dan mencium kepalanya. Kemudian Jabir berkata: ‘Siapakah dia? (dan ketika itu ia sudah tidak melihat/buta). Lalu Ali berkata: ‘Dia adalah putraku.’ Maka Jabir memeluknya dan berkata: ‘Muhammad! Muhammad Rasulullah saww mengucapkan salam atasmu.’”
Maka para hadirin bertanya: “Bagaimana hal itu terjadi wahai Abu Abdillah?” Ia menjawab: “Saya berada di sisi Rasulullah saww dan Husain berada di pangkuannya, ia bergurau dengannya, lalu beliau bersabda: "Hai Jabir! putraku ini akan memiliki anak yang jika pada hari kiamat penyeru akan menyerukan: ‘Hendaknya penghulu para penghamba (Sayyidu Sajidiin) maka bangkitlah Ali bin Husain, dan Ali bin Husain akan dikeruniai seorang putra bernama Muhammad. Hai Jabir! jika kamu menemuinya maka sampaikan salam dariku dan jika kamu menemui masanya maka ketahuilah bahwa hidupmu setelahnya hanya sembentar.’”
Zubair bin Muhammad berkata: “Maka Jabir r a tidak hidup setelahnya kecuali tiga hari.14
Imam Muhammdan bin Ali a s digelari dengan “al-Baqir” karena beliau telah mampu mengeluarkanrahasia-rahasia ilmu dan hukum-hukum dari tempat persembunyiannya. Kata al-Baqir berasal dari kata kata kerja Baqara yang artinya membelah, baqara al-ardha artinya: (membelah bumi dan mengeluarkan isi dan kandungannya).

Kesaksian Para Ulama

Para ulama begitu mengagungkan Imam al-Baqir a s, Atha' alMakki—salah seorang tokoh tabi’in—berkata: “Aku tidak melihat para ulama begitu kecil di hadapan seseorang sebagaimana mereka di hadapan Abu Ja’far Muhammad putra Ali bin al-Husain, aku melihat al-Hakam bin Uyainah—dengan keagungannya di kalangan masyarakat—ia di hadapannya (al-Baqir ) seakan ia seorang bocah di hadapan gurunya! 15

Kesaksian serupa juga disampaikan para Ulama seperti Muhammad bin al-Munkadir, Abu Nu’aim, Ibnu Sa'ad, an-Nawawi, Ibnu Ammad al-Hanbali, Muhammad bin Thalhah asy-Syafi'iy, Ibnu Khallikan dan Ibnu Shabban asy-Syafi'i. 16

Al-Munnawi berkata: “Dan beliau sangat mendalam dalam maqam orang-orang al-Arifin yang lisan para pensifatnya tidak mampu menguraikannya, beliau memiliki kalimat (untaian pernyataan) yang banyak tentang suluk dan pengetahuan (ma'arif) para pensifatnya tidak akan mampu menceritakannya.”17

Dalam kitab Hilyah al-Awliya' disebutkan bahwa pada suatu ketika ada seseorang bertanya kepada Ibnu Umar tentang sebuah masalah dan ia tidak mengetahui jawabannya, ia berkata kepada penanya tersebut: “Pergilah kepada anak kecil itu sambil menunjuk kepada al-Baqir—dan tanyakan kepadanya lalu beritahukan kepadaku jawabannya.” Kemudian ia pergi dan bertanya dan Imam alBaqir menjawab lalu penanya itu memberitahukan jawabannya kepada Ibnu Umar, maka Ia berkata: “Sesungguhnya mereka adalah ahlulbait yang mendapatkan kepahaman (dari Allah).”18

(bersambung)